Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
DANNY AJAR BASKORO

Powered by Blogger

Jumat, 08 Oktober 2010

RIBA DALAM PEREKONOMIAN


Artikel ini materi untuk mahasiswa yang menempuh mata kuliah Ekonomi Syariah pertemuan ke-5 yang membahas tentang RIBA.
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
Jenis-Jenis Riba
Menurut Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin dalam Asysyariah.com, secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Yaitu riba dalam hutang-piutang dan riba dalam jual-beli. Riba hutang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah.
1. Riba Dain (Riba dalam Hutang Piutang)
Riba ini disebut juga dengan riba jahiliyah, sebab riba jenis inilah yang terjadi pada jaman jahiliyah. Riba ini ada dua bentuk, yaitu:
a. Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo (bayar hutangnya atau tambah nominalnya dengan mundurnya tempo). Sistem ini disebut dengan riba mudha’afah (melipatgandakan uang). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (Ali ‘Imran: 130).
b. Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad
Riba jahiliyah jenis ini adalah riba yang paling besar dosanya dan sangat tampak kerusakannya. Riba jenis ini yang sering terjadi pada bank-bank dengan sistem konvensional yang terkenal di kalangan masyarakat dengan istilah “mengenakkan uang.”
Riba Jahiliyah adalah hutang yang dibayar melebihi produk pinjaman, karena peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Riba Jahiliyah ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit. Riba Jahiliyah dilarang karena pelanggaran kaidah "Kullu Qardin Jarra Manfa ah Fahuwa Riba" (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba).
Dari segi penundaan waktu penyerahannya, riba jahiliyah tergolong Riba Nasi-ah, dari segi kesamaan objek yang dipertukarkan, tergolong Riba Fadl. Tafsir Qurthuby menjelaskan: "Pada jaman jahiliyah para kreditur, apabila hutang sudah jatuh tempo, akan berkata kepada debitur: "Lunaskan hutang anda sekarang, atau anda tunda pembayaran itu dengan tambahan". Maka pihak debitur harus menambah jumlah kewajiban pembayaran hutangnya dan kreditur menunggu waktu pembayaran kewajiban tersebut sesuai ketentuan baru. (Tafsir Qurthubi, 2/1157). Dalam perbankan konvensional, riba jahiliyah dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit.
2. Riba Qardh (riba dalam pinjam meminjam).
Gambarannya, seseorang meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat mengembalikan dengan yang lebih baik atau lebih banyak jumlahnya.
3. Riba Fadhl
Definisinya adalah adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya tamatsul (kesamaan timbangan/ukuran) padanya. Riba jenis ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dengan riba khafi (samar), sebab riba ini merupakan pintu menuju riba nasi`ah. Pertukaran semisal ini mengandung gharar yaitu ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan dzalim bagi masing-masing pihak.
Ketika kaum Yahudi kalah dalam perang Khaibar, maka harta mereka diambil sebagai rampasan perang (ghanimah), termasuk di antaranya adalah perhiasan yang terbuat dari emas dan perak. Tentu saja perhiasan itu bukan gaya hidup kaum muslimin. Oleh karena itu, Yahudi berusaha membeli perhiasannya yang terbuat dari emas dan perak tersebut yang akan dibayar dengan uang yang terbuat dari emas (dinar) dan uang yang terbuat dari perak (dirham). Jadi yang terjadi bukan jual beli, tetapi pertukaran barang yang sejenis. Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak.
Perhiasan perak dengan berat setara dengan 40 dirham (satu uqiyah) dijual kaum Muslimin kepada kaum Yahudi dua atau tiga dirham, padahal nilai perhiasan perak seberat satu uqiyah jauh lebih tinggi dari sekedar 2-3 dirham. Jadi muncul ketidakjelasan (gharar) akan nnilai perhiasan perak dan nilai uang perak (dirham).
" Dari Abu Said al-Khudri ra, Rasulullah SAW bersabda : Transaksi pertukaran emas dengan emas harus sama takaran, timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah riba, perak dengan perak harus sama takaran dan timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah riba, gandum dengan gandum harus sama takaran, timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelabihannya adalah riba, korma dengan korma harus sama takaran, timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah riba, garam dengan garam harus sama takaran, timbangan dan tangan ke tangan (tunai) kelebihannya adalah riba."(Riwayat Muslim)
Di luar keenam jenis barang ini dibolehkan asalkan dilakukan penyerahannya pada saat yang sama. Rasulullah SAW bersabda: "Jangan kamu bertransaksi satu dinar dengan dua dinar, satu dirham dengan dua dirham; satu sha dengan dua sha karena aku khawatirakan terjadi riba (al rama). Seorang bertanya; wahai Rasul: bagaimana jika seseorang menjual seekor kuda dengan beberapa ekor kuda dan seekor unta dengan beberapa ekor unta? Jawab Nabi SAW: "Tidak mengapa, asal dilakukan dengan tangan ke tangan (langsung)." (HR.Ahmad dan Thabrani)
Dalam perbankan konvensional, riba fadl dapat ditemui dalam transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai atau spot.
4. Riba Nasi`ah (Tempo)
Yaitu adanya tempo pada perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya taqabudh (serah terima di tempat). Riba ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dengan riba jali (jelas) dan para ulama sepakat tentang keharaman riba jenis ini dengan dasar hadits Usamah bin Zaid di atas. Banyak ulama yang membawakan adanya kesepakatan akan haramnya riba jenis ini. Riba fadhl dan riba nasi`ah diistilahkan oleh para fuqaha dengan riba bai’ (riba jual beli).
Riba ini timbul akibat hutang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Riba nasi-ah ditemui pada bunga kredit, bunga deposito, bunga tabungan dan bunga giro.
Nasi-ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan barang ribawi lainnya. Riba nasi-ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. Jadi untung (al ghunmu) muncul tanpa adanya resiko (al ghurmi), hasil usaha (al kharaj) muncul tanpa adanya biaya (dhaman); al ghunmu dan al kharaj muncul hanya dengan berjalannya waktu.
Padahal bisnis selalu ada kemungkinan untung dan rugi. Memastikan sesuatu di luar kewenangan manusia adalah bentuk kedzaliman (QS.Al Hasyr: 18 dan QS Luqman: 34 Pertukaran kewajiban menanggung beban ini dapat menimbulkan tindakan dzalim tidak hanya kedua pihak yang melakukan transaksi tetapi juga pihak di luar mereka. Dalam perbankan konvensional, riba nasi-ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit, bunga deposito, bunga tabungan, dan giro.
Prinsip Riba
Prinsip riba adalah memupuk keuntungan tanpa menghiraukan kepentingan individu lain termasuk masyarakat atau aspek-aspek sosial lainnya. Dalam Islam praktek riba tidak akan meningkatkan kekayaan secara merata tetapi justru terakumulasi pada segelintir orang pemilik modal sebab keuntungan yang merupakan riba tidak diraih melalui transaksi yang adil, jujur dan menghormati orang lain.
Hukum Riba Dalam Pandangan Agama
Dari Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
a. Riba Dalam Agama Islam
Dalam Wikipedia.ekonomisyariah menurut Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.... Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. Jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti.
Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya. Dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. Berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. Maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh pihak bank.
Selanjutnya ayat-ayat yang membicarakan soal riba :
“mereka yang memakan riba tidak ada bedanya dengan orang gila yang dimasuki syaitan. Karena itu mereka berkata, bahwa berniaga dan riba itu sama saja. Akan tetapi allah mengijinkan berniaga dan mengharamkan riba”.
Allah melarang (mengharamkan) riba, tetapi pahala bersedekah diperbanyak Nya. Dan sebagai nasihat kepada orang yang beriman (Surat Ali Imran ayat 130) diperingatkan juga kejahatan riba itu “ Janganlah engkau memakan riba yang berlipat ganda dan takutlah engkau kepada Allah supaya engkau memperoleh kebahagiaan”.
Dalam beberapa ayat seterusnya dapat pula dibaca, bahwa Allah akan meluaskan langit dan bumi bagi mereka yang menafkahkan hartanya diwaktu suka da duka. Dalam semuanya itu, nyata dipertentangkan pahala bersedekah dengan kejahatan riba, dipertentangkan “yang baik” dan “yang buruk”. Yang pertama berbuat baik kepada sesama manusia yang dalam kesusahan. Yang kedua menganiaya akan sesama manusia yang ada dalam keadaan susah. Bersedekah memperluas sifat dan budi ke jalan tolong menolong. Riba menyatakan fi’il suka menindas dan menghisap darah orang. Karenanya riba itu haram. Rezeki diberikan Allah bukan untuk hidup senang sendiri, melainkan untuk menolong dan menyenangkan seluruh umat Allah.
Seluruh ‘ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja.
Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman;
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [TQS Al Baqarah (2): 275].
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [TQS Al Baqarah (2): 279].
Di dalam Sunnah, Nabiyullah Muhammad saw
دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).
الرِبَا ثَلاثَةٌَ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ
“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (HR Ibn Majah).
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)

b. Riba Dalam Agama Yahudi
Agama Yahudi melarang praktek pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci agama Yahudi, baik dalam Perjanjian Lama maupun undang-undang Talmud. Kitab Keluaran 22:25 menyatakan:“Jika engkau meminjamkan uang kapada salah seorang umatku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.” Kitab Ulangan 23:19 menyatakan:
“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan.”
Kitab Ulangan 23:20 menyatakan:“Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga … supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya. "Kitab Imamat 35:7 menyatakan: “Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudara-mu bisa hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uang-mu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.”

c. Riba Dalam Agama Kristen
Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-5 sebagai ayat yang mengecam praktek pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan : “Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat.”
Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktekkan pengambilan bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII - XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Kristen (abad XVI - tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga. Kitab Ulangan 23:20 menyatakan:
“Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga … supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya.“
Dari ke tiga periode pendangan utama mengenai bunga, dapat disimpulkan bahwa bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan. Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa. Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya. Harga barang yang ditinggikan untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung.

Dampak Riba Dalam Perekonomian
1 Dampak Riba Dari Segi Ekonomi
Menurut Agustianto (2010), dalam Riba dan Meta Ekonomi Islam, dampak riba dari segi ekonomi adalah: pertama, sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1930 sampai saat ini. Sistem ekonomi ribawi telah membuka peluang para spekulan untuk melakukan spekulasi yang dapat mengakibatkan volatilitas ekonomi banyak negara. Sistem ekonomi ribawi menjadi punca utama penyebab tidak stabilnya nilai uang (currency) sebuah negara. Karena uang senantiasa akan berpindah dari negara yang tingkat bunga riel yang rendah ke negara yang tingkat bunga riel yang lebih tinggi akibat para spekulator ingin memperoleh keuntungan besar dengan menyimpan uangnya dimana tingkat bunga riel relatif tinggi. Usaha memperoleh keuntungan dengan cara ini, dalam istilah ekonomi disebut dengan arbitraging. Tingkat bunga riel disini dimaksudkan adalah tingkat bunga minus tingkat inflasi.
Kedua, di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Data IMF menunjukkan bagaimana kesenjangan tersebut terjadi sejak tahun 1965 sampai hari ini.
Ketiga, Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya pengangguran. Semakin tinggi suku bunga, maka investasi semakin menurun. Jika investasi menurun, produksi juga menurun. Jika produksi menurun, maka akan meningkatkan angka pengangguran
Keempat, Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh bunga adalah inflasi yang terjadi akibat ulah tangan manusia. Inflasi seperti ini sangat dibenci Islam, sebagaimana ditulis Dhiayuddin Ahmad dalam buku Al-Quran dan Pengentasan Kemiskinan. Inflasi akan menurunkan daya beli atau memiskinkan rakyat dengan asumsi cateris paribus.
Kelima, Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang kepada jebakan hutang (debt trap) yang dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya.
Keenam, dalam konteks Indonesia, dampak bunga tidak hanya sebatas itu, tetapi juga berdampak terhadap pengurasan dana APBN. Bunga telah membebani APBN untuk membayar bunga obligasi kepada perbakan konvensional yang telah dibantu dengan BLBI. Selain bunga obligasi juga membayar bunga SBI. Pembayaran bunga yang besar inilah yang membuat APBN kita defisit setiap tahun. Seharusnya APBN kita surplus setiap tahun dalam mumlah yang besar, tetapi karena sistem moneter Indonesia menggunakan sistem riba, maka tak ayal lagi, dampaknya bagi seluruh rakyat Indonesia sangat mengerikan .
Dengan fakta tersebut, maka benarlah Allah yang mengatakan bahwa sistem bunga tidak menumbuhkan ekonomi masyarakat, tapi justru menghancurkan sendi-sendi perekonomian negara, bangsa dan masyarakat secara luas. Itulah sebabnya, maka lanjutan ayat tersebut pada ayat ke 41 berbunyi :”Telah nyata kerusakan di darat dan di laut, karena ulah tangan manusia, supaya kami timpakan kepada mereka akibat dari sebagian perilaku mereka.Mudah-mudahan mereka kembali ke jalan Allah”Konteks ayat ini sebenarnya berkaitan dengan dampak sistem moneter ribawi yang dijalankan oleh manusia. Kerusakan ekonomi dunia dan Indonesia berupa krisis saat ini adalah akibat ulah tangan manusia yang menerapkan riba yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Selama berabad-abad sistem ekonomi dunia dikendalikan oleh alat instrument tunggal yakni bunga (riba) dan selama itu pula ekonomi dunia tidak pernah stabil bahkan Irfing Cristol dan Daniell Bell dalam bukunya “Runtuhnya Teori Ekonomi” menyebutnya dengan empat gelombang besar keruntuhan ekonomi, hal ini dimulai sejak mazhab Merkantilisme sampai runtuhnya mazhab klasik 1930 atau yang biasa dikenal dengan great depression. Dan nampaknya gelombang kelima sedang terjadi yakni dengan hancurnya pasar finansial dunia serta tumbangnya perusahaan-perusahaan raksasa sehingga pertumbuhan ekonomi negara-negara maju sampai angka minus. Maka bahasan berikut adalah dampak riba terhadap sektor-sektor ekonomi.

2 Dampak Riba Dari Segi Ketahanan Perusahaan
Jika salah satu prinsip perusahaan adalah going concern atau perusahaan itu akan ada selamanya maka perusahaan tersebut akan melewati berbagai kondisi ekonomi setiap waktunya, diamana laiknya cuaca kondisi ekonomi bisa sangat cerah dan bisa sangat ekstrim di waktu yang lain, oleh karena itu hanya perusahaan yang punya daya tahanlah yang akan bertahan.
Menyadari akan keadaan tersebut maka perusahaan akan senantiasa mencari cara dan skema bertahan dalam menghadapi berbagai macam kondisi ekonomi, maka pertanyaanya adalah seberapa jauhkah bunga berpengaruh terhadap ketahanan perusahaan.
Ustadz Habiburrahim Lc dalam pengajian Majelis Al-Kauny yang diadakan pada tanggal 18 Oktober 2008, selain hal di atas ada dampak negative lain yang tidak berdampak langsung pada sebuah perekonomian, namun dalam jangka panjang efeknya baru dapat dirasakan.
1. Riba dapat menumbuhkan rasa permusuhan diantara individu dan melemahkan nilai social dan kekeluargaan. Selain itu, riba dapat menimbulkan eksploitasi dan tindak kedzaliman pada pihak tertentu.
2. Menumbuhkan sikap pemalas bagi orang yng mempunyai modal, di mana ia mampu mendapatkan banyak uang tanpa adanya sebuah usaha yang nyata.
3. Mendorong manusia untuk menimbun harta sabil menunggu adanya kenaikan interest rate.
4. Menimbulkan sifat elitism dan jauh dari kehidupan masyarakat.
5. Membuat manusia lupa akan kewajiban hartanya seperti infak, sedekah dan zakat.
6. Mendorong manusia untuk melakukan tindak kezaliman dan eksploitasi terhadap orang lain, baik pinjaman yang bersifat produktif maupun konsumtif

Praktek Riba Dalam Perekonomian
Ekonomi Syariah menekankan pada nilai-nilai etis yang bersumber dari Alquran dan Al Hadist. Dalam ekonomi syariah lebih ditekankan pada aspek keadilan menghilangkan segala bentuk penghisapan dan penindasan terhadap pihak lain sehingga melahirkan ketimpangan. Oleh sebab itu dalam ekonomi syariah tidak hanya menekankan pada aspek kepentingan individu tetapi juga masyarakat atau aspek sosial. Dengan demikian, setiap individu tetap memiliki ruang untuk berkembang secara maksimal, namun di pihak lain juga diberikan batasan-batasan sedemikian rupa sehingga aktifitas ekonominya tidak merugikan orang lain.
Dewasa ini banyak dari masyarakat yang melakukan praktek-praktek ekonomi yang terdapat unsur riba di dalamnya, masalah yang timbul dan banyak dibicarakan adalah status bunga yang terdapat pada bank konvesional, yaitu dengan mengambil tambahan dalam hutang piutang. Namun, dalam kehidupan masyarakat banyak yang memungut tambahan atas pinjaman sebagai contoh adalah praktek hutang piutang yang ada pada masyarakat yaitu mengambil bunga dari pinjaman baik itu melalui kegiatan-kegiatan warga seperti PKK maupun individu. Dan tidak hanya itu, dalam hal jual beli sebagian masyarakat melakukan jual beli yang ada unsur riba yaitu membeli buah-buahan yang belum nampak hasilnya (borongan).
Menurut Fuad Fachrudin, dalam koperasi sendiri untuk kegiatan usahanya harus meninggalkan praktek riba berupa penggunaan skim bunga dalam kegiatan usahanya. Tidak menetapkan menetapkan bungandalam kegitan simpan pinjamnya karena riba bertentangan dengan semnagat kemitraan keadilan dan kepedulian terhadap lingkungan. Sistem bunga tidak peduli dengan nasib debiturnya dan tidak adil dalam penetapan bunga atas pokok modal. Konsep ini harus diterapkan secara menyeluruh bukan sepotong-potong karena penetapan yang sepotong-potong tidak menjamin teraktualisasinya tujuan koperasi.
Dalam transaksi perbankan basis yang digunakan dalam praktek perbankan internasional adalah menggunakan basis bunga (interest based) dimana salah satu pihak (nasabah) bertindak sebagai peminjam dan pihak yang lainnya (bank) bertindak sebagai pemberi pinjaman. Atas dasar pinjaman tersebut nasabah dikenakan bunga sebagai kompensasi dari pertanggungan waktu pembayaran hutang tersebut, dengan tidak mempedulikan apakah nasabah mengalami keuntungan ataupun tidak.
Praktek seperti ini sebenarnya sangat mirip digunakan dengan praktek riba jahiliyah pada masa jahiliyah. Hanya bedanya, pada riba jahiliyah bunga baru akan dikenakan ketika si peminjam tidak bisa melunasi hutang pada waktu yang telah ditentukan sebagai kompensai penambahan waktu pembayaran. Sedangkan pada praktek perbankan bungan telah ditetapkan sejak pertama kali keepakatan dibuat, atau sejak si peminjam menerima dana yang dipinjamnya. Oleh karena itulah tidak heran jika banyak ulama mengatakan bahwa praktek riba yang terjadi pada sektor perbankan saat ini lebih jahiliyah dibandingkan riba jahiliyah.
Selain terjadi dalam aspek pembiayaan sebagaimana di atas, riba juga terjadi pada aspek tabungan. Dimana nasabah mendapatkan bunga yang pasti dari bank sebagai komepnsasi uang yang disimpannya dalam bank, baik bank mengalami keuntungan maupun kerugian. Berbeda dengan disistem sayariah dimana bank syariah tidak menjanjikan return tetap, melainkan hanya nisbah (yaitu prosentase yang akan dibagikan dari keuntungan yang di dapatkan dari bank). Sehingga return yang di dapatkan nasabah bisa naik turun sesuai dengan naik turunnya keuntungan bank. Istilah seperti ini yang kemudian berkembang namanya manjadi sistem bagi hasil.
Dalam sektor asuransi pun juga tidak luput dari bahaya riba. Karena dalam asuransi (konvensional) terjadi tukar menukar uang dalam jumlah yang tidak sama dan dalam waktu yang juga tidak sama. Sebagaimana contoh, seseorang yang mengasuransikan kendaraannya dengan premi Rp 1.000.000,00/tahun. Pada tahun ketiga dia kehilangan mobilnya seharga Rp 100.000.000,00 dan oleh karenanya pihak asuransi memberikan ganti rugi sebesar harganya yang telah hilang. Padahal jika diakumulasikan dia baru membayar premi sebesar Rp 3.000.000,00. Jadi darimana Rp 97.000.000,00 yang telah diterimanya? Jumlah Rp 97.000.000,00 yangg diterimanya masuk dalam ketegori riba Fadhl (yaitu tukar menukar barang sejenis dengan kuantitas yang tidak sama).
Pada saat bersamaan, praktek asuransi juga termasuk kategori riba nasi’ah (kelebihan yang dikenakan atas pertangguhan waktu), karena uang klaim yang didapatkan yadan biyadin dengan premi yang dibayarkan. Antara keduanya ada tenggang waktu, dan oeh karenanya terjadilah riba nasi’ah.
Pada transaksi jual beli secara kredit yang tidak diperbolehkan adalah yang mengacu pada bunga yang disertakan dalam jual beli tersebut. Apalagi jika bunga tersebut berfluktuatif, naik dan turun sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah. Sehingga harga jual dan belinya menjadi tidak jelas (gharar fitsaman). Sementara sebenarnya dalam syariah islam, dalam jual beli harus ada kepastian harga antara penjual dan pembeli, serta tidak boleh adanya perubahan yang tidak pasti, baik pada harga maupun pada barang yang diperjualbelikan. Selain itu jika, jika terjadi kemacetan pembayaran di tengah jalan, barang tersebut akan diambil kembali oleh penjual atau dealer dalam jual beli kendaraan. Pembayaran yang telah dilakukan dianggap sebagai sewa terhadap barang tersebut.
Belum lagi komposisi cicilan pembayaran, seringkali tidak jelas, berapa harga pokoknya dan berapa bunganya. Seringkali cicilan pembayaran pada tahun-tahun awal, bunga lebih besar dibandingkan dengan pokok hutang yang harus dikembalikan. Akhirnya pembeli kerap merasa dirugikan di tengah jalan. Hal ini terutama berbeda dengan sistem jual beli secara syariah, dimana komposisi cicilan adalah flat antara pokok dan marginnya, harga tidak mengalami perubahan sebagiamana perubahan bunga, dan kepemilikan barang yang jelas, jika terjadi kemacetan. Dan sistem seperti ini, akan menguntungkan baik untuk penjual maupun pembeli.
Walaupun dalam Islam telah dijelaskan keharaman riba, saat ini masyarakat banyak yang tidak mengetahui tentang apa itu riba. Mereka berpandangan bahwa riba adalah mengambil tambahan yang terlau tinggi dalam hutang piutang misalnya yang dilakukan oleh para rintenir, sedangkankan apabila tambahan yang diambil dari pinjaman kecil maka bukanlah riba. Dalam jual beli masyarakat tidak memahami riba, yang mereka ketahui bahwa riba hanya terdapat dalam hutang piutang yaitu mengambil tambahan dalam pinjaman dan mereka mencotohkan seperti yang dilakukan bank-bank konvesional.
Hutang piutang dengan tambahan dilakukan masyarakat karena memang praktek seperti itulah yang mereka ketahui, dan mereka beranggapan bahwa tidak ada hutang piutang yang tidak dengan bunga karena selama ini tidak ada yang melakukan hutang piutang tanpa tambahan baik dari individu maupun kegiatan-kegiatan warga.
Dengan alasan di atas, bahwa diperlukan pemahaman tentang praktek perekonomian yang diusung oleh Islam, kewajiban bagi para ulama dan juga para cendekiawan untuk memberikan pemahaman agar masyarakat mengetahui praktek perekonomian apa saja yang dilarang oleh Islam dan yang dibolehkan, sehingga Islam yang disebut sebagai pedoman hidup baik di dunia maupun di akhirat dapat terwujud.

Daftar Rujukan:

Agustianto. 6 Februari 2010. Riba Dan Meta Ekonomi Islam, (online), (http://www.pesantrenvirtual.com/index.php, diakses 8 Februari 2010)

Assayida, Juli. 2010. Meta Ekonomi Dalam Larangan Riba , (online), (http://juli-asayyidah.blogspot.com, diakses 10 Februari 2010)

Averroes. 2008. Memotret Modus Operandi Antar Bank Titil Antara Riba Dan Semangat Humanisme, (online), (http:// www.averroes.or.id, diakses 16 Februari 2010)

Ichwah. 22 Agustus 2007. Ekonomi Islam Melawan Riba dan Kemiskinan Umat, (online), (http://multiply.com. diakses 11Februari 2010)

Fachruddin, Fuad. 1998. Riba Dalam Bank, Koperasi, Perseroan Dan Asuransi. Jakarta : Percetakan Afset


Wikipedia, 27 Januari 2010. Riba, (online), (http://wikipedia.ekonomisyariah.org/index.php, diakses 11 Februari 2010)















SELENGKAPNYA.....

Kamis, 07 Oktober 2010

TEORI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN


Teori Kognitif Pembelajaran ingin menjawab dua pertanyaan:
a. Proses apa yang menyebabkan informasi dapat diserap
b. Bagaimana pembelajar dapat memanfaatkan teori ini untuk pembelajaran
Menurut Atkinson, ada tiga komponen utama pada proses ini yaitu sensory register, working memory dan long-term memory. Masing-masing komponen mempunyai peran dan
fungsinya masing-masing.


Secara garis besar informasi dari dunia luar masuk melalui sensory register. Jika kita tidak memberikan perhatian maka informasi tersebut akan hilang atau dilupakan. Namun sebaliknya, perhatian pada informasi menyebabkan proses dilanjutkan ke working atau short term memory. Saat masuk ke memori ini ada faktor tambahan yaitu persepsi. Persepsi orang yang satu dengan yang lain dalam menanggapi informasi bisa berlainan, hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya yang terdapat pada long-term memory seperti misalnya pengalaman masa lalu, motivasi, dan perasaan seseorang. Informasi yang sudah berada di working memory hanya bersifat sesaat ( < 30 detik), informasi ini dapat dilupakan jika tidak diperlukan lagi. Jika informasi diperlukan, seseorang akan terus memikirkannya dan hal ini mengakibatkan informasi tersimpan di long-term memory. Untuk lebih detailnya akan diulas berikut ini:
1.Sensory Register (SR)
SR merupakan komponen sistem proses dimana informasi diterima dan ditahan untuk waktu yang sangat singkat (tidak lebih dari dua detik). Jika informasi tidak mendapatkan perhatian maka akan hilang atau dilupakan. Dari pernyataan ini timbullah pertanyaan bagaimana supaya perhatian seseorang bisa ditingkatkan ?
Ada beberapa teknik penggunaan bahasa yang dapat meningkatkan perhatian terhadap informasi, berikut contoh – contoh kalimat tersebut:
a) ’Ini penting .....’
b) ’Ini akan jadi bahan ujian besok ’
c) Meningkatkan bobot emosional dari materi dan kalimat: ’Medan magnet menabrak sinyal Radio Frequency’ (maksudnya medan magnet mengganggu sinyal Radio Frequency).
d) Menggunakan cara-cara belajar yang lain dari kebiasaan yang digunakan sebelumnya.
Keberadaan SR mempunyai implikasi penting dalam pendidikan menyangkut hal-hal konkrit yang perlu dilakukan dalam pembelajaran:
a) Seseorang harus memberikan perhatian kepada informasi yang diberikan jika ingin menyimpan informasi tersebut dalam ingatan.
b) Butuh waktu untuk memberikan seluruh informasi kepada SR, informasi – informasi tidak bisa diberikan sekaligus dalam satu waktu.
Contoh: Seorang siswa dalam menerima banyak informasi hendaknya juga diberikan informasi mengenai aspek mana saja yang perlu diperhatikan pada informasi tersebut. Pebelajar akan kesulitan belajar jika keseluruhan informasi diberikan sekaligus dalam satu waktu.
Sinyal yang masuk ke SR disebut stimuli, interpretasi seseorang terhadap stimuli disebut persepsi. Persepsi antara tiap individu bisa saling berlainan, hal ini dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, motivasi, kejiwaan dan pengetahuan seseorang.

2. Working Memory (WM)
WM merupakan komponen memori yang dapat menyimpan informasi terbatas dalam beberapa detik saja ( <30 detik). Hal-hal yang dilakukan di WM adalah
a) organisasi informasi : mau disimpan ? atau mau dihilangkan ?
b) menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya dari memori long-term. Contoh : SR melihat seekor ayam hutan, gambar ayam hutan masuk ke WM, setelah itu terjadi pelacakan informasi tentang ayam pada memori long-term, maka akan dibentuk informasi bahwa yang dilihat itu adalah seekor ayam.
Menurut Atkinson kapasitas WM adalah 5-9 bit informasi, artinya 5-9 informasi dalam satu waktu. Dalam desain pembelajaran ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian berkaitan dengan keterbatasan kapasitas WM, hal-hal tersebut adalah
a) Untuk mempertahankan informasi pada WM, informasi semestinya diulang-ulang terus. Dengan demikian ada harapan bisa diteruskan ke memori long-term.
b) Dalam memberikan informasi yang berupa urutan dan daftar nama-nama, sebaiknya informasi tersebut diberikan dalam daftar klasifikasi.

3. Long Term Memory (LTM)
LTM merupakan komponen memori dimana informasi yang kapasitasnya besar dapat disimpan untuk periode waktu yang lama. LTM tersusun dari tiga bagian yaitu:
a) Episodic Memory, tempat pengalaman-pengalaman disimpan. Informasi gambar diorganisasi dalam waktu dan kapan peristiwa tersebut terjadi. Informasi yang tersimpan pada memori ini relatif sulit untuk diingat kembali karena kemungkinan tertumpuk dengan peristiwa yang hampir sama, misal kita tidak dapat mengingat lagi menu makan siang tiga hari yang lalu karena gambar tentang menu tersebut telah tertumpuk oleh gambar baru. Namun ada kalanya kita dapat mengingat menu tersebut jika pada saat makan siang terjadi suatu hal di luar kebiasaan. Fenomena ini disebut flash bulb memory.
b) Semantic Memory, menyimpan penegtahuan, kenyataan-kenyataan, konsep, prinsip, aturan-aturan dan penggunaannya. Pelajaran-pelajaran di sekolah disimpan pada jenis memori ini. Ingatan diorganisasi dalam jaringan-jaringan yang terhubung dengan ide, hal ini disebut schemata. Umumnya schemata adalah outline atau garis besar dari suatu ide.
c) Procedural Memory, menyimpan informasi tentang bagaimana melakukan sesuatu. Cara kerja memori ini adalah hubungan seri antara rangsangan dengan respon. Contoh kemampuan mengemudi, mengetik dan hal lain yang menyangkut ketrampilan.

Faktor-Faktor yang Memperkuat Daya Ingat
Ada beberapa hal yang menjadi point supaya daya ingat tinggi pada LTM, faktor-faktor tersebut adalah
a) Informasi yang berupa konsep lebih tahan lama disimpan pada LTM dibandingkan dengan informasi yang berupa nama-nama.
b) Daya ingat akan informasi tertentu akan turun setelah beberapa minggu, namun akan stabil pada level tertentu dan diingat seumur hidup.
c) Strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dapat mempertinggi daya ingat.


Mengajar Strategi Memori
Strategi-strategi memori dapat diajarkan dengan cara sebagai berikut
a) Belajar verbal yaitu: belajar kata-kata atau fakta-fakta di bawah berbagai
macam kondisi. Misal siswa dapat diminta untuk mempelajari daftar kata
atau suku kata yang tidak memiliki arti. Diidentifikasi tiga jenis tugas belajar verbal yang khas teramati di kelas dan telah diteliti secara intensif, yaitu tugas pasangan-berkait, tugas belajar deret-urut, dan tugas belajar ingatan-bebas.
> Tugas-tugas belajar pasangan-berkait, meliputi belajar menjawab dengan satu anggota dari suatu pasangan yang harus dihafal. Contoh pengajaran ini belajar sejumlah ibu kota negara, tabel penjumlahan dan perkalian, berat atom dari berbagai macam unsur.
> Belajar deret urut meliputi belajar satu daftar istilah dalam suatu urutan tertentu. Contoh menghafal not sebuah lagu, sila-sila Pancasila, unsur-unsur menurut urutan dalam tabel periodik. Belajar tugas-tugas deret urut terjadi dikelas tidak sesering belajar tugas-tugas pasangan-berkait.
> Tugas-tugas belajar ingatan-bebas juga meliputi penghafalan suatu draf, tetapi tidak dalam suatu urutan khusus. Contoh mengahafal nama-nama 50 negara.
b) Belajar Pasangan-Berkait
Dalam belajar pasangan-berkait, siswa harus mengaitkan suatu respon dengan stimulus. Sebagai misal, siswa diberi simbol Au dan harus menjawab ‘emas’. Satu aspek penting dari belajar pasangan berkait adalah seberapa jauh siswa telah akrab dengan stimulus dan respon tersebut. Misal akan jauh lebih mudah belajar mengkaitkan kata bahasa asing dengan kata bahasa Indonesia, misal anjing-dog. Dua hal yang dibahas adalah
> Pelukisan adalah teknik-teknik mengingat yang sangat kuat berdasarkan pada pembentukan lukisan mental untuk membantu mengingat kaitan.
> Nimanik Kata Kunci. Nimanik adalah metode untuk membantu memori
Metode kata-kunci adalah suatu strategi untuk meningkatkan memori dengan menggunakan pelukisan untuk mengkaitkan pasangan butir-butir.

c) Belajar Deret Urut dan Hafalan Bebas.
Belajar deret-urut adalah belajar fakta-fakta dalam suatu urutan khusus. Mempelajari kejadian-kejadian berdasar urutan waktu kejadian, mempelajari urutan operasi dalam suatu pembagian panjang, dan mempelajari kekerasan relatif mineral adalah contoh-contoh belajar deret-urut.
Belajar hafalan-bebas adalah mempelajari suatu daftar butir yang tidak perlu menghafal dalam urutan, misal menghafal lima jari tangan.

>Metode Lokasi adalah suatu strategi untuk menghafal daftar butir-butir dengan membayangkan butir-butir itu berada di dalam lokasi yang telah dikenal.
>Metode Kata-pancang adalah metode pelukisan lain yang berguna untuk mengurutkan daftar disebut metode kata-pancang. Dalam menggunakan nimanik, siswa dapat menghafal sebuah daftar kata pancang yang melambangkan bilangan 1 sampai 10. Untuk menggunakan metode ini, siswa menciptakan gambaran mental yang menghubungkan dengan butir-butir di dalam daftar yang harus dipelajari dengan kata pancang tertentu.

Penerapan teori dalam praktek mengajar dengan menggunakan kata panjang bersajak :
>Strategi Huruf Awal. Suatu strategi untuk menghafal dimana huruf-huruf awal dari suatu daftar awal dari suatu daftar yang harus dihafal diambil untuk disusun menjadi satu kata atau ungkapan yang lebih mudah diingat. Contoh untuk menghafal urutan warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Kepada siswa diajarkan sebuah kalimat dengan huruf-huruf pertama warna sebagai berikut: mejikuhibiniu.

Apakah yang Membuat Informasi Menjadi Bermakna
Pembelajar seharusnya menjadikan informasi menjadi bermakna bagi si belajar dengan cara mempresentasikan informasi itu secara jelas dan terorganisasi dengan baik, dengan cara menghubungkan informasi itu dengan informasi yang telah ada dibenak siswa, dan dengan meyakinkan bahwa siswa telah benar-benar memahami konsep yang diajarkan dan dapat menerapkan konsep itu ke situasi baru.
1) Belajar Hafalan dibanding dengan Belajar Bermakna.
Belajar hafalan adalah menghafal kata-kata atau asosiasi contoh menghafal tabel perkalian, simbol-simbol kimia, sedangkan belajar bermakna tidak sembarang dan jenis belajar ini menghubungkan informasi atau konsep yang telah dimiliki siswa. Sebagai misal apabila kita belajar bahwa perak merupakan penghantar listrik yang amat baik, informasi ini menghubungkan kepada informasi yang telah kita miliki, yaitu “perak” dan “daya hantar”.
Penggunaan Belajar Hafalan. Kadang kita memperoleh kesan bahwa belajar hafalan”jelek” dan belajar bermakna “baik”. Ini tidak seluruhnya benar. Sebagai misal, pada saat dokter mengatakan kepada kita bahwa kita mengalami patah pada tibia, kita yakin bahwa dokter itu telah menghafal betul hubungan antara kata tibia dan tulang kaki yang bernama seperti itu. Perbendaharaan bahasa asing merupakan satu kasus penting dalam belajar hafalan.
Pengetahuan Inert Informasi ”cair memijar” adalah mempelajari informasi yang hanya dapat diterapkan pada situasi terbatas sering kali sehimpunan situasi yang dibuat-buat

2). Teori Skema adalah teori yang menyatakan bahwa informasi disimpan dalam memori jangka-panjang dalam bentuk jaringan fakta-fakta dan konsep-konsep yang berhubungan dan menyediakan suatu struktur menjadikan informasi baru bermakna.

Bersambung...
Daftar Rujukan
Anderson, O.W dan Karthwohl. D. R, 2001. A Taxanomy For Learning
Teaching and Assessing ( A Revision of Blooms Taxonomy of
Educational Objektives), New York: Addition Wesley, Longman.

Anonym, Strategy Metakognitif, http//myshoolnet.ppk.kpm.my/bhn-
pnp/modul/bcb8.pdf

Arends. Richard, I, 2001, Learning to teach, Fifth Edition, Singapore,
Mac Graw Hill, Higher Education

Slavin, Robert, E, 2000 Educational Psychology (Theory And Practice) Sixth
Edition, Boston, Allyn,and Bacon.

Wolfolk, A. 1998 . Educational Psychology, Seventh Edition, Allyn and
Bacon.




SELENGKAPNYA.....

Lesson Study 2

Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel lesson study sebelumnya yang banyak ditanyakan oleh pembaca tentang bagaimana penerapan tahapan plan -do-see, berikut ini penjelasannya:
Perencanaan (Plan)
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan rancagan pembelajaran yang diyakini
mampu membelajarkan siswa secara efektif serta membangkitkan partisipasi siswa dalam pembelajaran.

Dalam perencanaan, guru secara kolaboratif berbagi ide menyusun rancangan pembelajaran untuk menghasilkan cara-cara pengorganisasian bahan ajar, proses
pembelajaran, maupun penyiapan alat bantu pembelajaran. Sebelum diimplementasikan dalam kelas, rancangan pembelajaran yang telah disusun kemudian disimulasikan. Pada tahap ini ditetapkan prosedur pengamatan dan instrumen yang diperlukan dalam pengamatan.

Pelaksanaan (Do)
Tahap pelaksanaan LS bertujuan untuk mengimplementasikan rancangan
pembelajaran. Dalam proses pelaksanaan tersebut, salah satu guru berperan sebagai pelaksana LS dan guru yang lain sebagai pengamat. Fokus pengamatan bukan pada penampilan guru yang mengajar, tetapi lebih diarahkan pada kegiatan belajar siswa dengan berpedoman pada prosedur dan insturumen yang telah disepakati pada tahap perencanaan. Pengamat tidak diperkenankan mengganggu proses pembelajaran.

Refleksi (See)
Tujuan refleksi adalah untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan
pembelajarn. Kegiatan diawali dengan penyampaian kesan dari pembelajar dan selanjutnya diberikan kepada pengamat. Kritik dan saran diarahkan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dan disampaikan secara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti hati guru yang membelajarkan. Masukan yang positif dapat digunakan untuk merancang kembali pembelajaran yang lebih baik.

Lewis (2002) menjelaskan Ada 8 (delapan) peluang yang dapat diperoleh oleh guru, apabila dia melaksanakan LS secara berkesinambungan, peluang tersebut sangat erat kaitannya dengan pengembangan profesionalisme guru yaitu:
1. Memikirkan dengan cermat mengenai tujuan pembelajaran, materi pokok, dan bidang studi
2. Mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang terbaik yang dapat dikembangkan
3. Memperdalam pengetahuan mengenai materi pokok yang diajarkan
4. Memikirkan secara mendalam tujuan jangka panjang yang akan dicapai yang berkaitan dengan siswa
5. Merancang pembelajaran secara kolaboratif
6. Mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah laku siswa
7. Mengembangkan pengetahuan pedagogis yang kuat penuh daya
8. Melihat hasil pembelajaran sendiri melalui mata siswa dan kolega

Dalam praktik pembelajaran, secara operasional LS dapat dilaksanakan melalui 6 (enam) tahapan (Sanyasa, 2009): yaitu (1) membentuk kelompok LS, (2) mefokuskan LS, (3) Merencanakan Research Lesson (RL), (4) membelajarkan dan mengamati RL, (5) mendiskusikan dan menganalisis RL, dan (6) merefleksikan dan merencanakan kembali LS.
1. Membentuk Kelompok LS
Pada tahapan pertama ini, ada empat langkah kegiatan yang dapat dilakukan,
sebagai berikut
(a) Merekrut anggota kelompok dari guru, dosen, pejabat pendidikan, dan pemerhati
pendidikan. Kriteria anggota adalah memiliki komitmen minat, dan kemauan untuk melakukan inovasi dan memperbaiki kualitas pendidikan.
(b) Membuat komitmen untuk menyediakan waktu khusus guna mewujudkan atau mengimplementasikan lesson study. Para anggota kelompok biasanya menyelenggarakan pertemuan rutin baik mingguan, bulanan, semesteran, maupun tahunan dalam tahun ajaran tertentu.
(c) Menyusun jadwal pertemuan tertentu mengingat pertemuan sangat sering dan beragam. Jadwal juga sangat berguna dalam mengatur semua tugas yang terkait dengan kegiatan anggota kelompok, termasuk tugas mengajar rutin.
(d) Menyetujui aturan main kelompok, antara lain bagaimana cara mengambil keputusan kelompok, bagaimana membagi tanggung jawab antaranggota kelompok, penggunaan waktu, dan bagaimana menyampaikan saran, termasuk bagaimana menetapkan siapa yang menjadi fasilitator diskusi.
2. Mefokuskan LS
Pada tahapan ini, ada tiga langkah kegiatan yang dapat dilakukan, sebagai
berikut.
(a) Menyepakati tema penelitian untuk lesson study. Tema penelitian dipilih dengan
memperhatikan tiga hal. Pertama, bagaimana kualitas aktual para siswa saat sekarang. Kedua, apa kualitas ideal para siswa yang diinginkan di masa mendatang. Ketiga, adakah kesenjangan antara kualitas ideal dan kualitas aktual para siswa yang menjadi sasaran lesson study. Kesenjangan inilah yang dapat diangkat menjadi bahan tema penelitian.
(b) Memilih mata pelajaran untuk lesson study. Sebagai panduan memilih mata pelajaran dapat menggunakan pertanyaan berikut. Pertama, mata pelajaran apa yang paling sulit bagi siswa. Kedua, mata pelajaran apa yang paling sulit diajarkan oleh guru. Ketiga, mata pelajaran apa yang ada pada kurikulum baru yang ingin dikuasai dan dipahami oleh guru.
(c) Memilih topik (unit) dan pelajaran (lesson). Topik yang dipilih sebaiknya adalah topik yang menjadi dasar bagi topik belajar berikutnya, topik yang selalu sulit bagi siswa atau tidak disukai siswa, topik yang sulit diajarkan atau tidak disukai guru, atau topik yang baru dalam kurikulum. Setelah topik dipilih selanjutnya menetapkan tujuan topik tersebut. Berdasarkan tujuan topik ini ditetapkan beberapa pelajaran yang akan menunjang tercapainya tujuan topik tersebut.
3. Merencanakan Research Lesson (RL)
Dalam merencanakan suatu RL, dilaksanakan tiga langkah kegiatan, sebagai
berikut.
(a) Mengkaji pelajaran-pelajaran yang sedang berlangsung atau yang sudah ada.
(b) Mengembangkan suatu rencana untuk memandu belajar. Rencana untuk memandu
siswa belajar akan memandu pelaksanaan pembelajaran, pengamatan, dan diskusi tentang RL serta mengungkap temuan yang muncul selama lesson study berlangsung. Rencana untuk memandu belajar itu merupakan suatu hal yang kompleks.
(c)Mengundang pakar dari luar (bila memungkinkan). Pakar bisa dari guru, dosen, atau peneliti yang memiliki pengetahuan tentang bidang studi dan atau bagaimana membelajarkannya.
4. Membelajarkan dan mengamati RL
RL yang telah direncanakan sudah dapat diimplemetasikan dan diamati. Salah
satu guru yang telah disepakati ditunjuk untuk membelajarkan pelajaran (lesson) yang sudah ditetapkan, sedangkan anggota kelompok lain sebagai pengamat. Pengamat berbagi tugas dan tugas utamanya adalah hanya untuk mempelajari pembelajaran yang berlangsung, bukan membantu siswa. Untuk mendokumentasikan research lesson dapat dilakukan dengan menggunakn audiotape, vediotape, handycam, kamera, karya siswa, dan catatan observasi naratif.
5. Mendiskusikan dan menganalisis RL
RL yang sudah diimplementasikan perlu didiskusikan dan dianalisis. Diskusi dan
analisis diharapkan memuat hal-hal sebagai berikut: refleksi instruktur, latar belakang anggota kelompok LS, presentasi dan diskusi tentang data dari RL, diskusi umum, komentator dari luar (opsional), dan ucapan terima kasih
6. Merefleksikan LS dan merencanakan tahapan berikutnya
Dalam merefleksikan LS perlu dipikirkan tentang apa yang sudah berlangsung
dengan baik sesuai dengan rencana dan apa yang masih perlu diperbaiki. Selanjutnya perlu juga dipikirkan apa yang harus dilakukan kelompok lesson study. Pertanyaanpertanyaan berikut dapat digunakan untuk membantu guru dalam melakukan refleksi.
(a) Apakah yang berguna atau bernilai tentang lesson study yang dikerjakan bersama?
(b) Apakah lesson study membimbing guru untuk berpikir dengan cara baru tentang praktek pembelajaran sehari-hari?
(c) Apakah lesson study membantu mengembangkan pengetahuan guru tentang mata pelajaran serta pengetahuan tentang belajar dan perkembangan siswa?
(d) Apakah lesson study menarik bagi semua guru?
(e) Apakah guru berkeja sama secara produktif dan sportif?
(f) Sudahkan guru membuat kemajuan terhadap tujuan lesson study secara
menyeluruh?
(g) Apakah semua anggota kelompok sudah merasa terlibat dan berguna?
(h) Apakah pihak yang bukan peserta merasa mendapat informasi dan terundang
dalam kegiatan lesson study?

Sumber:
Lewis, C. 2002. Lesson study: A handbook of teacher-led instructional change. Philadelphia: Research for Better Schools.

Santyasa.2009. Implementasi Lesson Study Dalam Pembelajaran.Makalah: Disajikan dalam ”Seminar Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran bagi GuruGuru TK, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Nusa Penida,
Tanggal 24 Januari 2009, di Nusa Penida
SELENGKAPNYA.....