Buat Seluruh Saudara-Saudaraku Muslim di Seluruh Dunia yang Menyambut Bulan Ramadhan.
Nama atau kata adalah identik dengan sebuah makna. Makna itu bisa dalam atau dangkal, luas atau sempit, tajam atau polesan, tergantung dari kedalaman, keluasan, atau ketajaman seseorang dalam mempersepsikan nama tersebut. Kata “Fahmu” (Paham), “Sabr” (sabar), “Ikhlas” bagi seorang ulama bernama Yusuf Al Qardawi adalah kata-kata yang syarat makna sehingga dari masing-masing kata itu lahir sebuah buku dengan bahasan yang sangat mendalam. Namun bagi seorang awam, betapa banyak kita jumpai ia salah mempersepsikan makna dari kata-kata tersebut. Dan pada akhirnya, persepsinya yang dangkal hanya melahirkan tindakan-tindakan kehidupan yang juga dangkal dan kurang bermakna. Disinilah kita melihat relevansi “amal” dengan “pemahaman” yang dimiliki seseorang.
Mereka yang memiliki pemahaman yang benar, akan beramal dengan benar. Sebaliknya, mereka yang memiliki pemahaman yang dangkal, akan beramal secara dangkal pula. Tidak memiliki makna terindah bagi dirinya. Mari kita coba memahami makna Ramadhan.
Diharapkan dengan memahami makna-makna itu, maka kesadaran akan datangnya bulan yang agung itu kian meresap dan menggumpal dalam jiwa sehingga menimbulkan kerinduan dan kebahagiaan dalam menyambutnya.
Ramadhan adalah bulan pendidikan (Syahru At Tarbiyah), karena pada bulan ini orang-orang beriman dididik untuk berlaku disiplin dengan aturan-aturan Allah SWT dan Rasul-Nya. Secara fisik, Allah mendidik untuk disiplin dalam mengatur pola makan. Secara psikis, Allah mendidik untuk berlaku sabar, jujur, menahan amarah, empati dan berbagi kepada orang lain, dan sifat-sifat luhur lainnya. Dan secara fikri, Allah mendidik agar orang-orang beriman senantiasa bertafakkur dan mengambil pelajaran-pelajaran yang bermakna bagi kehidupannya.
Ramadhan adalah bulan perjuangan (Syahru Al Jihad), karena untuk sukses menjalani Ramadhan dibutuhkan perjuangan yang tidak ringan. Allah hendak mengajarkan bahwa untuk sukses dalam kehidupan pun dibutuhkan perjuangan, yaitu mengendalikan hawa nafsu agar tunduk dan patuh dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
Ramadhan adalah bulan Qur’an (Syahru Al Qur’an), karena Al Qur’an pertama kali diturunkan pada Ramadhan. Sepatutnyalah pada bulan ini, interaksi kaum muslimin dengan Al Quran menjadi sangat intens sebagaimana dicontohkan oleh generasi salaf yang mencurahkan waktu demikian banyak pada bulan Ramadhan untuk berinteraksi dengan Al Quran, baik dengan membaca, mentadabburi, dan mengamalkan kandungan-kandungan isinya.
Ramadhan adalah bulan persaudaraan (Syahru Al Ukhuwwah). Pada bulan ini Allah mendidik kaum muslimin untuk lebih mencintai dan peduli terhadap saudara-saudaranya. Rasulullah Saw mengajarkan dengan ringan bersedekah di bulan ini, memberi makanan bagi orang yang berpuasa, menunaikan zakat, dan membuang dengki dan sifat-sifat buruk terhadap saudaranya.
Ramadhan adalah bulan ibadah (Syahru Al ‘Ibadah). Dalam bulan ini Allah membuka peluang bagi hamba-hamba-Nya untuk beribadah (mahdhoh) sebanyak-banyaknya, karena pada bulan ini pahala ibadah dibalas dengan berlipat ganda. Allah SWT mendidik kaum muslimin untuk merealisasikan misi hidup dengan senantiasa beribadah kepada Allah SWT. Target keimanan yang diharapkan adalah hamba-hamba yang selalu mengorientasikan hidup untuk beribadah, sebagaimana firman Allah: Katakanlah: "Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (Al An’aam 6:162-163).
Masih ada beberapa nama yang disematkan untuk Ramadhan. Bulan Jama’ah, bulan dakwah, bulan diturunkan Lailatul Qadar, bulan mulia, bulan suci, bulan penuh berkah, dan lain-lain. Nama-nama itu mencerminkan makna, esensi dan juga kebaikan yang teramat banyak. Bagaimana kita harus beramal di dalam bulan Ramadhan, kita bisa mengambil spirit dari nama-nama itu.
Barang siapa yang gembira dengan datangnya bulan Ramadhan, maka Allah SWT akan memasukkan sang hamba ke dalam surga-Nya. Bagaimana bisa? karena gembira menyambut ramadhan adalah cerminan iman. Semakin bahagia dan rindu seorang hamba kepada Ramadhan, semakin dalam keimanan yang dimiliki seseorang. Tentu pemahaman ini bukan untuk menghakimi dan mengukur keimanan orang lain, tetapi untuk menghakimi dan mengukur keimanan di dalam diri sendiri.
Bagaimana Menyambut ramadhan?
menurut Mochamad Bugi (2007) ada sepuluh langkah menyambut Ramadhan
1. Berdoalah agar Allah swt. memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu dengan bulan Ramadan dalam keadaan sehat wal afiat. Dengan keadaan sehat, kita bisa melaksanakan ibadah secara maksimal di bulan itu, baik puasa, shalat, tilawah, dan dzikir. Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. apabila masuk bulan Rajab selalu berdoa, ”Allahuma bariklana fii rajab wa sya’ban, wa balighna ramadan.” Artinya, ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban; dan sampaikan kami ke bulan Ramadan. (HR. Ahmad dan Tabrani)
Para salafush-shalih selalu memohon kepada Allah agar diberikan karunia bulan Ramadan; dan berdoa agar Allah menerima amal mereka. Bila telah masuk awal Ramadhan, mereka berdoa kepada Allah, ”Allahu akbar, allahuma ahillahu alaina bil amni wal iman was salamah wal islam wat taufik lima tuhibbuhu wa tardha.” Artinya, ya Allah, karuniakan kepada kami pada bulan ini keamanan, keimanan, keselamatan, dan keislaman; dan berikan kepada kami taufik agar mampu melakukan amalan yang engkau cintai dan ridhai.
2. Bersyukurlah dan puji Allah atas karunia Ramadan yang kembali diberikan kepada kita. Al-Imam Nawawi dalam kitab Adzkar-nya berkata, ”Dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan keagungannya.” Dan di antara nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada seorang hamba adalah ketika dia diberikan kemampuan untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Maka, ketika Ramadan telah tiba dan kita dalam kondisi sehat wal afiat, kita harus bersyukur dengan memuji Allah sebagai bentuk syukur.
3. Bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadan. Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para shahabat setiap kali datang bulan Ramadan, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).
Salafush-shalih sangat memperhatikan bulan Ramadan. Mereka sangat gembira dengan kedatangannya. Tidak ada kegembiraan yang paling besar selain kedatangan bulan Ramadan karena bulan itu bulan penuh kebaikan dan turunnya rahmat.
4. Rancanglah agenda kegiatan untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadan. Ramadhan sangat singkat. Karena itu, isi setiap detiknya dengan amalan yang berharga, yang bisa membersihkan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah.
5. Bertekadlah mengisi waktu-waktu Ramadan dengan ketaatan. Barangsiapa jujur kepada Allah, maka Allah akan membantunya dalam melaksanakan agenda-agendanya dan memudahnya melaksanakan aktifitas-aktifitas kebaikan. “Tetapi jikalau mereka benar terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” [Q.S. Muhamad (47): 21]
6. Pelajarilah hukum-hukum semua amalan ibadah di bulan Ramadan. Wajib bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadan datang agar puasa kita benar dan diterima oleh Allah. “Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui,” begitu kata Allah di Al-Qur’an surah Al-Anbiyaa’ ayat 7.
7. Sambut Ramadan dengan tekad meninggalkan dosa dan kebiasaan buruk. Bertaubatlah secara benar dari segala dosa dan kesalahan. Ramadan adalah bulan taubat. “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” [Q.S. An-Nur (24): 31]
8. Siapkan jiwa dan ruhiyah kita dengan bacaan yang mendukung proses tadzkiyatun-nafs. Hadiri majelis ilmu yang membahas tentang keutamaan, hukum, dan hikmah puasa. Sehingga secara mental kita siap untuk melaksanakan ketaatan pada bulan Ramadan.
9. Siapkan diri untuk berdakwah di bulan Ramadhan dengan:
· buat catatan kecil untuk kultum tarawih serta ba’da sholat subuh dan zhuhur.
· membagikan buku saku atau selebaran yang berisi nasihat dan keutamaan puasa.
10. Sambutlah Ramadan dengan membuka lembaran baru yang bersih. Kepada Allah, dengan taubatan nashuha. Kepada Rasulullah saw., dengan melanjutkan risalah dakwahnya dan menjalankan sunnah-sunnahnya. Kepada orang tua, istri-anak, dan karib kerabat, dengan mempererat hubungan silaturrahmi. Kepada masyarakat, dengan menjadi orang yang paling bermanfaat bagi mereka. Sebab, manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.
Semoga kita bisa disampaikan ke bulan Ramadhan. Dan semoga kita bisa mengoptimalkan bulan Ramadhan untuk taqarrub ilallah, membersihkan hati, dan memperkuat simpul-simpul jamaah.
Disadur dari tulisan
1. Muhammad Rizqon.2009. Bahagia Menyambut Ramadhan. www.eramuslim.com
2. Muchamad Bugi.2007. Sepuluh Langkah Menyambut Ramadhan. www.dakwatuna.com
SELENGKAPNYA.....
Kamis, 20 Agustus 2009
Wishing You a Happy & Blessed Ramadhan
Senin, 17 Agustus 2009
MENGEMBANGKAN KECERDASAN MULTIPEL & KREATIVITAS ANAK
Disampaikan pada acara pengabdian masyarakat di Desa Pandanajeng Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang, selasa tanggal 11 Agustus 2009.
Kecerdasan Multipel
Kecerdasan multipel (multiple intelegensia)adalah berbagai jenis kecerdasan yang dapat dikembangkan pada anak, antara lain:
1. Verbal linguistic, yaitu kemampuan menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat, pidato, diskusi, tulisan.
2. Logical mathematical, adalah kemampuan menggunakan logika-matematika dalam memecahkan berbagai masalah.
3. Visual spatial, adalah berfikir tiga dimensi
4. Bodily kinesthetic, yaitu keterampilan gerak, menari, olah raga
5. Musical, yaitu kepekaan dan kemampuan berekspresi dengan bunyi, nada, melodi dan irama.
6. Intrapersonal, yaitu kemapuan memahami dan menyesuaikan diri dengan orang lain.
7. Naturalist, adalah kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan.
Yang Mempengaruhi Kecerdasan
Kecerdasan multipel dipengaruhi 2 faktor utama yang saling terkait yaitu:
faktor keturunan (bawaan, genetik) dan faktor lingkungan. Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai faktor keturunan dan dirangsang oleh lingkungan terus menerus.
Orang tua yang cerdas anaknya cenderung akan cerdas pula, jika faktor lingkungan mendukung pengembangan kecerdasannya sejak di dalam kandungan, masa bayi dan balita. Sedangkan orang tua yang kebetulan tidak berkesempatan mengikuti pendidikan tinggi (belum tentu mereka tidak cerdas, mungkin karena tidak ada kesempatan atau hambatan ekonomi) anaknya bisa cerdas jika dicukupi kebutuhan untuk pengembangan kecerdasan sejak di dalam kandungan sampai usia sekolah dan remaja.
Kebutuhan Untuk Kecerdasan
Tiga kebutuhan pokok untuk mengembangkan kecerdasan antara lain adalah:
1. Kebutuhan Fisik Biologis
Kebutuhan ini terutama gizi yang baik sejak di dalam kandungan sampai remaja terutama untuk perkembangan otak, pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan.
2.Kebutuhan Emosi-kasih sayang
Kebutuhan ini mempengaruhi kecerdasan emosi, inter dan intrapersonal. dengan melindungi, menimbulkan rasa aman dan nyaman, memperhatikan dan menghargai anak, tidak mengutamakan hukuman dengan kemarahan tetapi lebih banyak memberikan contoh-contoh dengan penuh kasih sayang
3. Kebutuhan Stimulasi
Kebutuhan ini meliputi rangsangan yang terus menerus dengan berbagai cara untuk merangsang semua sistem sensorik, kognisi dan motorik. Stimulasi sejak dini dapat merangsang kecerdasan-kecerdasan lain.
Ketiga kebutuhan pokok tersebut harus diberikan secara bersamaan sejak janin di dalam kandungan karena akan saling berpengaruh.
Cara Merangsang Kecerdasan Multipel
1. Kecerdasan berbahasa verbal; ajaklah bercakap, bacakan cerita berulang-ulang, rangsang untuk berbicara dan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak dll.
2. Kecerdasan logika-matematik: latih dengan cara mengelompokkan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, bermain angka, sempoa, catur, puzzle, permainan komputer, congklak, dll.
3. Kecerdasan visual-spatial: Kembangkan dengan cara mengamati gambar, foto, marangkai dan membongkar, menggunting, melipat, menggambar, menata rumah-rumahan, permainan komputer dll.
4. Kecerdasan gerak tubuh: dengan melatih berdiri satu kaki, jongkok, membungkuk, berjalan di atas satu garis, berlari, melompat, melempar, menangkap, senam, menari, olahraga permainan, dll.
5. Kecerdasan musical: Rangsanglah dengan mendengarkan musik, bernyanyi, memainkan lat musik, mengikuti irama dan nada.
6. Kecerdasan Emosi inter personal: melatih denga bermain bersama dengan anak yang lebih tua dan lebih muda, saling berbagi kue, mengalah, meminjamkan mainan, bekerjasama membuat sesuatu, permainan mengendalikan diri dll.
7. Kecerdasan emosi intra personal: melatih dengan menceritakan perasaan, keinginan, cita-cita, pengalaman, berkhayal, mengarang cerita dll.
8. Kecerdasan naturalist: melatih dengan menanam biji hinggga tumbuh, memelihara tanaman, dalam pot, memelihara binatang, berkebun, wisata, mengamati langit, awan, bulan, bintang dll.
Bila anak mempunyai potesi bawaan berbagai kecerdasan dan dirangsang terus-menerus sejak kecil dengan cara menyenangkan dan jenis yang bervariasi maka anak kita akan mempunyai kecerdasan yang multipel.
Cara Merangsang Kreativitas Anak
Kreativitas anak dikembangkan sejak dini. Banyak keluarga yang tidak menyadari bahwa sikap orang tua yang otoriter terhadap anak akan mematikan bibit-bibit kreativitas anak, sehingga ketika menjadi dewasa hanya mempunyai kreativitas yang sangat terbatas. Kreativitas anak akan berkembang jika orang tua bersikap demokratik, yaitu mau mendengarkan omongan anak, menghargai pendapat anak, mendorong anak untuk berani mengungkapkan pendapat. Jangan memotong pembicaraan anak ketika ia ingin mengungkapkan pikirannya. Jangan memaksakan anak bahwa pendapat orang tua paling benar, atau melecehkan pendapat anak.
Orang tua harus mendorong anak untuk berani mencoba mengemukakan pendapat, gagasan, mengambil keputusan (asal tidak membahayakan). jangan mengancam atau menghukum anak jika pendapat atau perbuatannya dianggap salah, mereka umumnya belum tahu dalam tahap belajar. Berikanlah contoh-contoh, ajaklah berfikir, jamgan didekte atau dipaksa, biarkan mereka memperbaikinya dengan caranya sendiri.
Selain itu orang tua harus mendorong kem,andirian anak, menghargai usaha-usahanya, memberikan pujian untuk hasil yang dicapai walau sekecil apapun. Jika anak kita bertanya tentang lingkungannya, apa yang didengarkan, dilihat dan dirasakan maka orang tua harus menjawab dengan menyediakan sarana yang semakin merangsang anak berfikir lebih dalam. jangan menolak atau menghentikan rasa ingin tahu anak asal tidak membahayakan dirinya atau orang lain.
Orang tua harus memberi kesempatan anak untuk mengembangkan anak untuk mengembangkan khayalan, merenung, berfikir dan mewujudkan gagasan dengan cara masing-masing. Biarkan mereka bermain, menggambar, membuat bentuk-bentuk, mewarna yang tidak lazim, tidak logis, belum pernah ada. Berilah kebebasan, kesempatan, dorongan. pujian untuk mencoba suatu gagasan asalkan tidak membahakan dirinya atau orang lain.
Semua hal-hal tersebut akan merangsang perkembangan fungsi otak kanan yang penting untuk kreativitas anak yaitu berfikir divergen (meluas), intuitif (berdasarkan intuisi), abstrak, bebas, simultan. Dengan pola asuh yang demokratik maka kreativitas anak akan berkembang optimal.
sumber Bacaan: Kartu Menuju Sehat. Dr. Soedjatmiko, SpA (K), M.Si
SELENGKAPNYA.....
Kamis, 30 Juli 2009
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN
A. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement;(3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik.
a.1 Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
a.2 Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
a.3 Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
a.4 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
a.5 Tori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
B. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997)
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3) Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
D. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)ke orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa (Degeng, 2006).
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006).
SELENGKAPNYA.....
Sabtu, 04 Juli 2009
APAKAH KITA MENGALAMI KELELAHAN EMOSIONAL?
Kelelahan emosioanal merupakan satu dari tiga dimensi burnout yang diperkenalkan Maslach. Maslach (1993) dalam Sutjipto (2001) menjelaskan bahwa burnout merupakan sindrom psikologi yang terdiri dari kelelahan emosional, depersonalisasi, dan kemunduran kepribadian. Seseoarang yang bekerja berorientasi melayani orang lain dapat membentuk hubungan yang bersifat “asimetris” antara pemberi dan penerima layanan. Seseorang yang bekerja pada bidang pelayanan, ia akan memberikan perhatian, pelayanan, bantuan, dan dukungan kepada klien, siswa atau pasien. Hubungan yang tidak seimbang tersebut dapat menimbulkan ketegangan emosional yang berujung pada terkurasnya sumber-sumber emosi.
Profesi pelayanan, misalnya guru pada dasarnya merupakan suatu pekerjaan yang menghadapi tuntutan dan pelibatan emosional. Guru terkadang dihadapkan pada pengalaman negative dengan siswa sehingga menimbulkan ketegangan emosional. Situasi tersebut secara terus-menerus dan akumulatif dapat menguras sumber energi guru. Sehingga kelelahan emosional merupakan inti dari sindrom burnout (Caputo, 1991 dalam Sutjipto, 2001).
Menurut Pines dan Aronson (1989) kelelahan emosional, yaitu kelelahan pada individu yang berhubungan dengan perasaan pribadi yang ditandai dengan rasa tidak berdaya dan depresi. Definisi ini senada seperti yang diungkapkan oleh Maslach, 1993 dalam Sutjipto, 2001 bahwa seseorang yang mengalami kelelahan emosional ditandai dengan terkurasnya sumber-sumber emosional, misalnya perasaan frustasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan, apatis terhadap pekerjaan dan merasa terbelenggu oleh tugas-tugas dalam pekerjaan sehingga seseorang tersebut merasa tidak mampu memberikan pelayanan secara psikologis.
Kelelahan emosional selalu didahului oleh suatu gejala umum, yaitu timbulnya rasa cemas setiap ingin mulai bekerja, yang kemudian mengarah pada perasaan tidak berdaya menghadapi tuntutan pekerjaan. Kebiasaan ini mengubah individu menjadi frustasi atau marah pada diri sendiri (Babakus et al., 1999).
Kelelahan emosional timbul karena seseorang bekerja terlalu intens, berdedikasi dan komitmen, bekerja terlalu banyak dan terlalu lama serta memandang kebutuhan dan keinginan mereka sebagai hal kedua. Hal tersebut menyebabkan mereka merasakan adanya tekanan-tekanan untuk memberi lebih banyak. Tekanan ini bisa berasal dari dalam diri mereka sendiri, dari klien/siswa yang membutuhkan, dan dari para administrator (pengawas dan sebagainya). Dengan adanya tekanan-tekanan ini maka dapat menimbulkan rasa bersalah, yang pada gilirannya mendorong mereka untuk menambah energi lebih besar. Ketika realitas yang ada tidak mendukung idealisme mereka, maka mereka tetap berupaya mencapai idealisme tersebut sampai akhirnya sumber diri mereka terkuras, sehingga mengalami kelelahan atau frustasi yang disebabkan terhalangnya pencapaian harapan (Freudenberger dalam Farber, 1991).
Suatu penelitian tentang burnout yang dilakukan oleh Sweeney dan Summers, (2002:236) terhadap guru-guru sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat umum hingga perguruan tinggi, membuktikan adanya tingkat kelelahan emosional yang dialami guru-guru dan tenaga pendidik pada umumnya. Penelitian yang dilakukan pada bulan November-Desember 2002 di berbagai kota di Amerika Serikat menunjukkan hasil sebagai berikut:
1) Guru-guru SD dan SLTP yang mengalami:
a) Kelelahan emosional : 38,84%
b) Depersonalisasi : 20,10%
c) Kemunduran kepribadian : 41,06%
2) Tenaga pendidik di Sekolah Menengah Lanjutan Umum sampai Perguruan Tinggi yang mengalami:
a) Kelelahan emosional : 45,33%
b) Depersonalisasi : 13,59%
c) Kemunduran kepribadian : 41,08%
Berdasarkan sajian di atas jelas sekali bahwa kelelahan emosional dialami oleh semua guru dan tenaga pendidik pada umumnya.
Berdasarkan bacan diatas maka indikator dari kelelahan emosional menurut saya adalah:
1. Mudah marah
2. Merasa terbelenggu
3. Mengeluh
4. Putus asa
5. Sedih
6. Tidak berdaya
7. Tertekan
8. Gelisah
9. Tidak peduli
10. Bosan
11. Gangguan fisik
Daftar Bacaan:
1. Babakus, Emin., David W. Cravens., Mark Johnston & William C. Moncrief, 1999. The Role of Emotional Exhaustion in Sales Force Attitude and Behavior Relationships. Journal of the Academy of Marketing Science. Volume 27 No.1, p.58-70.
2. Boles, J.S., M.W. Johnston & Joseph W. Hair,.1997. Role Stress, Work Family Conflict and Emotional Exhaustion: Inter-relationship and Effects on Some Work-related Consequences. Journal of Personal Selling & Sales Management. 1: 17-28
3. Burke, Ronald J & Esther Greenglass. 1995.A Longitudinal Study Of Psychological Burnout In Teachers . Journal Human Relations. 48: 187.
4. Farber, Barry A. 1991. Crisis In Education: Stress in the American Teacher. Jossey-Bass Publishers. San Francisco.
5. Friesen, David & C.M. Prokop .1988. Why Teachers Burnout . Journal Educational Research Quarterly. 12:9.
6. Sweeney, John & Scott L. Summers. 2002. The Effect of the Busy Season Workload on Public Accountants Job Burnout. Behavioral Research in Accounting.Vol. 14.
7. Sutjipto. 2001. Apakah Anda Mengalamami Burnout. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Balitbang. Depdiknas. Jakarta. 32: 689.
8. Zagladi, Abdul Latif. 2004. Pengaruh Kelelahan Emosioanal Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Dalam Pencapaian Komitmen Organisasional Dosen Perguruan Tinggi Swasta. Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang.
SELENGKAPNYA.....
Senin, 25 Mei 2009
MEMBANGUN MASYARAKAT INFORMASI DI PERGURUAN TINGGI
Perguruan tinggi mempunyai dua pertanggungjawaban dalam pengembangan Masyarakat Informasi secara nyata. Pertama, harus memperkenalkan sejumlah keprofesionalan yang berkualitas untuk menghadirkan permintaan teknologi lanjut di masa yang akan datang secara jangka pendek dan mengurangi jurang lebar antara derajad akademik, kapasitas dan pengetahuan baru yang terkait pada permintaan teknologi informasi. Kedua, perguruan tingi harus menggunakan ICT (teknologi informasi dan komunikasi) untuk mendorong pengajaran dan pembelajaran on-line, sebagai pelengkap pendidikan tradisional melalui cara tersendiri (Artola dan Carrera, 2003). Upaya menuju perubahan transformatif tersebut akan membentuk para revolusioner ICT menjadi pengendara penting dari perubahan pervasif ini (Roche, dkk, 2003).
Kelanjutan dari pengembangan tersebut, paradigma baru dari ICT mulai bergeser dan berkecenderungan pada teknologi digital. Hillesund (2005) menjelaskan bahwa proses transformasi digital merupakan suatu proses evolusioner yang sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya. Pergeserannya pun semakin tampak mengarah pada XML (eXensible Markup Language) dan penggunaan “penerbitan digital” (digital publishing) seperti e-book, e-journal, yang mana memanfaatkan teknologi Web melalui aplikasi e-learning atau ensiklopedi digital.
Seiring dengan perkembangan dan pergeseran teknologi digital tersebut, inovasi pembelajaran berbasis digital pun mulai marak dihadirkan. Inovasi pembelajaran yang dimaksud adalah M-learning (mobile learning), yakni pembelajaran bergerak (Trifonofa dan Ronchetti, 2003; Larrauri, dkk, 2003) yang dihembuskan melalui software, hardware, maupun brain/lifeware-nya.
Seiring dengan pesatnya teknologi digital saat ini, bentuk rancangan pembelajaran berbasis digital pun mulai marak dikembangkan dengan menawarkan bentuk pendekatan pragmatis-eklektis. Reigeluth (dalam Plomp&Elly, 1996:164) menjelaskan bahwa pendekatan pragmatis-eklektis memusatkan perhatiannya pada bagaimana baiknya sebuah teori preskriptif mencapai tujuan praktisnya. Ditambahkan oleh Visscher-Voerman (2004), dasar pemikiran pragmatis ditemukan dalam sektor multimedia yang melibatkan rancangan program komputer, bahkan juga digunakan oleh perancang buku teks. Rancangannya pun hanya melakukan sebuah analisis terbatas, lalu melangkah lagi secara cepat pada aktivitas rancangan lainnya.
Eklektisisme, dalam sejarah filosofi, mengikuti sebuah periode dari keragu-raguan (Hjorland & Nicolaisen, 2005). Eklektisisme mempertimbangkan sebagai suatu studi dari opini-opini dan teori-teori lainnya supaya mendapatkan beberapa bantuan dan pencerahan, mempunyai tempat dalam ilmu filosofi; bagian dari metode filosofi; tetapi masih sebagai sebuah doktrin yang tidak memenuhi secara keseluruhan. Tidak hanya terbatas pada rancangannya saja, pendekatan eklektis ini juga mulai merambah pada pelaksanaan evaluasi juga, seperti yang ditawarkan oleh Schankman (2004) dengan menggagas model evaluasi menyeluruh untuk program online akademik. Untuk mengintegrasi model-model program pengembangan holistik-eklektis di perguruan tinggi, sangatlah tergantung pada kebutuhan dan tekanan penting dari pembuatan hubungan antara program-program berbeda untuk memperoleh sebuah model komprehensif dan terpadu (Roche, dkk, 2003).
Oleh karena itu, sejak teknologi informasi dan komunikasi berbasis digital mempunyai peran penting dalam berintegrasi ke dalam kurikulum, maka dipandang perlu untuk merumuskan konsep dasar atas penerapannya secara makro maupun mikronya.
Rujukan:
Artola, A.A., & Carrera, L.U. 2003. Technology Innovation and University: The Urgent Need of an Active Planning. Digital Learning-Teaching Environments and Contents, (Online), Vol. 2, No. 1, (http://www.formatex.org/jdc/viewissue.php).
Hillesund, T. 2005. Digital Text Cycles: From Medieval Manuscripts to Modern Markup. Journal of Digital Information, (Online), Vol. 6, No. 309, (http://jodi.tamu.edu/Articles/v06/i01/Hillesund).
Roche, V., Towers, S., Gunson, C., D’Abrew, N., & McLain, L. A Grass Roots Model of Effective Profesional Development for Transformative Change in Higher Education, (Online), (www.ecu.edu.au/converences/herdsa/main/papers.nouref/pdf/Valroche.pdf)
Schankman, L. 2004. Holistic Evaluation of an Academic Online Program. The Annual Conference on Distance Teaching ang Learning, (Online), (http://library.mansfield.edu/larry/evalplan.pdf).
Trifonofa, A., & Rochetti, M. 2003. A General Architecture for M-Learning. Digital Learning-Teaching Environments and Contents, (Online), Vol. 2, No. 1, (http://www.formatex.org/jdc/viewissue.php).
Visscher-voerman, I., & Gustafson, K.L. 2004. Paradigms in the Theory and Practice of Education and Training Design. Educational Technology Research and Development, 52(2): 69-90.
SELENGKAPNYA.....
BELAJAR BAGAIKAN AIR YANG MENGALIR
Belajar merupakan proses yang indah, menyenangkan, menggairahkan, dan menakjubkan karena belajar sifatnya dinamis yang senantiasa tiap saat, tiap waktu selalu mengalami perubahan dan perubahan. Bukankah belajar itu seperti air yang mengalir yang terus bergerak dan berubah. Dalam pergerakan dan perubahan tersebut terdapat kolaborasi antar molekul-molekul air yang saling bersentuhan, bersinggungan dan bersinergi. Manakala air itu lewat pada aliran yang lapang, air akan berjalan dengan tenang, tetapi manakala melewati aliran yang sempit air akan bergerak sangat cepat, dan manakala terhimpit gerakannya air akan mencuat sekencang-kencangnya. Manakala menghadapi bendungan masalah yang besar dan kokoh molekul-molekul air tersebut terus bergerak berputar mencari celah-celah sambil menunggu yang lain untuk menyusun kekuatan bagaimanana cara merobohkan bendungan masalah tersebut. Manakala menghadapi masalah yang terjal mereka tidak cemberut, tidak pesimis justru bergemuruh, bersorak-sorak dan bersukacita, karena kedatangannya ditunggu-tunggu.
Itulah belajar sesungguhnya yang selalu berubah dan berubah. Namun dalam benak kita sering beranggapan dan berfikir bahwa untuk berubah bukanlah hal yang mudah, berfikir seperti itulah yang harus kita ubah agar kita mudah mengikuti perubahan.
Jika kita ingin belajar maka kita harus mengikuti perubahan, jika tidak maka maka kita terperdaya oleh perubahan itu sendiri. Seperti uraian kata indah pendahulu kita :
“ Jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin itulah orang yang celaka
Jika hari ini sama dengan hari kemarin itulah orang yang merugi
Jika hari ini lebih baik dari hari kemarin itulah orang yang beruntung”
Kita tinggal memilih, mau celaka, merugi atau beruntung? Agar kita beruntung belajarlah mengikuti perubahan.
SELENGKAPNYA.....
Rabu, 29 April 2009
MANAJEMEN HIDUP TOTAL
Manajemen hidup total adalah segala daya untuk mengembangkan kualitas pribadi yang biasa-biasa saja atau memiliki beberapa kelemahan menjadi pribadi yang unggul.Manajemen Hidup Total (MHT) terdiri dari tiga pilar utama, yaitu: Mental (M) atau karakter, Keahlian (K) atau ketrampilan, dan Fisik (F). Kualitas sumber daya manusia yang unggul jika mempunyai mental, keahlian, dan fisik yang plus atau unggul. Keseimbangan ketiga unsur ini dilambangkan dengan bentuk segitiga sama sisi. sehingga ketiga sudutnya sama besar atau runcingnya.
Keunggulan pengembangan potensi diri dengan model manajemen hidup total dapat dilihat pada beberapa rumus matematika berikut ini:
1. M- X K+ X F+ = MKF-
Sebenarnya orang ini pintar (K+) dan badannya kuat (F+), sayang dia pemalas (M-), jelas ini bukan kategori SDM unggul dan produktif.
2. M+ x K- x F+ = MKF-
Orang seperti ini sebenarnya baik dan rajin (M+) serta tubuhnya kuat (F+), sayang ia tidak mempunyai keahlian atau ketrampilan (K+), bisa jadi nasibnya memprihatinkan, jenis ini juga bukan kategori SDM unggul dan produktif.
3. M+ x K+ x F- = MKF-
Orang seperti ini baik, rajin (M+)dan pintar (K+), tapi dia sakit-sakitan (F-), jelas orang seperti ini juga tidak termasuk SDM yang unggul dan produktif.
4. M+ x K+ x F+ = MKF+
Luar biasa! orang ini religius, baik dan berjiwa sosial (M+), pintar (K+), dan badannya bugar (F+). Jelas ini termasuk SDM unggul yang kreatif dan produktif. SDM ini berpeluang besar untuk sukses dalam hidupnya.
Mengembangkan ketiga pilar utama secara seimbang itu tidak mudah ada dua alasan:
1. memerlukan motivasi dari dalam yang kuat
2. Sulit kita menemukan tokoh-tokoh yang kita teladani yang memiliki kseimbangan ketiganya.
CIRI-CIRI ORANG MEMILIKI MENTAL PLUS
Religius
Watak atau moral tinggi
KOmitmen dan tanggung jawab tinggi
Semangat atau etos belajar/kerja tinggi
Motivasi untuk sukes tinggi
optimistis
daya tahan menghadapi kesulitan
Berfikir positif
Kemampuan pemulihan kesegaran mental tinggi
Kepekaan sosial tinggi
Kecerdasan emosi kuat
Keberanian mengambil resiko
CIRI-CIRI ORANG MEMILIKI KEAHLIAN PLUS
adalah orang yang mempunyai keahlian dasar dan keahlian profesi yang unggul.
Keahlian dasar meliputi:
Kemampuan bahasa sebagai sarana komunikasi
Manajemen waktu
Kecerdasan keuangan
Kecerdasan hidup, mampu bekerja sama, toleransi & mampu mengelola konflik
Keahlian profesi adalah keahlian atau ketrampilan yang berkaitan dengan pekerjaannya.
CIRI-CIRI ORANG YANG MEMILIKI FISIK PLUS
kuat tidak mudah lelah
Sehat tidak sakit-sakitan
Memiliki bakat fisik
Bugar
Berdaya tahan tinggi, tidak mudah alergi
Adaptif atau luwes
Terampil.
MHT bukan resep atau panduan instan untuk meraih sukses. MHT adalah pendorong bagi kita untuk mampu menumbuhkan motivasi dari dalam untuk berani bergairah menempuh perjalanan cepat meraih sukses.
MHT juga bukan peta perjalanan untuk diikuti secara kaku sampai ke tujuan impian dan sukses. MHT adalah wawasan untuk mendorong kita membangun peta perjalanan sendiri yang lentur dan luwes sesuai kekhasan pribadi dan situasi yang mengelilingi diri kita.
MHT mudah dilaksanakan asal kita memiliki motivasi yang kuat dan mempraktikkannya terus-menerus secara sukarela, sehingga menjadi kebiasaan.Selamat Mencoba!
Bacaan: Password menuju sukses. Sumardi 2006. Erlangga.
SELENGKAPNYA.....
Selasa, 28 April 2009
KECERDASAN MENGELOLA WAKTU
"Demi waktu! Sungguh, manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman, dan melakukan amal kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran, serta mengamalkan kesabaran".
Seseorang yang kepengen sukses harus cerdas mengelola waktu.Ada enam sifat dasar waktu:
1. Waktu adalah berkah Allah SWT yang paling adil dan konsisten, artinya manusia diberi waktu yang sama yaitu 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.
2. Waktu adalah kekayaan individual
3. Waktu tidak berubah, artinya kita tidak dapat menambah dan menguranginya
4. Waktu tidak dapat disimpan atau dikumpulkan.
5. Waktu selalu berjalan maju.
6. Waktu berwajah penggoda, artinya waktu dapat datang dengan godaannya yang sangat memikat. kalimat-kalimatnya" Ntar.., Besok saja!.
Nah kalau kita ingin mengelola waktu dengan efisien, maka perlu kita tanya pada diri kita tipe manusia macam apakah kita ini?
Ada tiga tipe manusia waktu:
1. Nigt person atau manusia malam. Orang tipe ini bekerja paling produktif di waktu malam
2. Day Person atau manusioa siang, orang tipe ini bekerja paling produktif di siang hari
3. Ada tipe tengah-tengah Morning Person atau manusia pagi, dia terbiasa bangun pagi dengan badan yang bugar, pikiran segar, dan mampu bekerja secara kreatif dan produktif.
Kebanyakan orang termasuk manusia siang, karena sebagian besar pekerjaannya dilaksanakan disiang hari. Lalu bagaimana menggunakan waktu secara efisien?
1. Rangkailah kegiatan yang sesuai, ada istilah "sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, nampaknya istilah ini tepat diaktualisasikan dan disesuaikan dengan keadaan sekarang terutama untuk kota-kota besar.
2. Gunakan jeda waktu diantara dua kegiatan dengan efisien. Ada ungkapan pekerjaan yang paling berat adalah menunggu, oleh karena itu agar kita tidak mengalami pekerjaan berat itu maka selalu kita selipkan bacaan kesukaan kita di dalam tas, atau selalu kita siapkan buku notes untuk menuangkan ide-ide yang tiba-tiba muncul saat kita mengalami pekerjaan berat itu yaitu menunggu.
3. Bersikap bijaksana dalam kebiasaan mengobrol, artinya jika kita ditengah-tengah orang yang kita kenal pada saat waktu kosong tidak mungkin kita tidak mengobrol, akan tetapi kita harus punya sikap bijaksana untuk bisa mengakhiri obrolan tadi tanpa menyinggung perasaan orang-orang disekeliling kita.
4. Hindari jam karet, kalau kita berfikir ingin membangun sukses maka hal ini paling mudah dilaksanakan.
5. Gunakan waktu secara seimbang. Bekerja keras itu bagus, tetapi lebih bagus lagi kalau bekerja keras secara cerdas. Artinya, ada keseimbangan antara waktu untuk bekerja dengan waktu untuk pemulihan tenaga atau energi. Pemulihan tenaga ini terutama dapat dilakukan dengan tidur atau istirahat yang cukup dan rekreasi. Ada keseimbangan waktu untuk bekerja dengan waktu untuk menjaga kebugaran tubuh lewat olahraga, istirahat, dan rekreasi secara teratur.
Sumber bacaan:
Password Menuju Sukses. Sumardi. 2006. Erlangga.
SELENGKAPNYA.....
Selasa, 14 April 2009
PERLU DIRENUNGKAN
Catatan dari Workshop Pengembangan Web Based Learning
Pemateri: Prof. Dr.H. Ipung Yuwono, MS., M.Sc.
Tanggal : 14 April 2009
Bagaimana caranya agar siswa kita menjadikan belajar sebagai kebutuhan, gigih, sabar, tidak mudah menyerah, dan berusaha seoptimal mungkin dalam menyelesaikan tugas?
SELENGKAPNYA.....
Senin, 06 April 2009
LESSON STUDY
Lesson Study merupakan salah suatu wahana peningkatan kualitas pembelajaran yang berasal dari negeri sakura, Jepang. Lesson Study berkembang di Jepang sejak awal tahun 1990-an. Melalui kegiatan tersebut guru-guru di Jepang mengkaji pembelajaran melalui perencanaan dan observasi bersama yang bertujuan untuk memotivasi siswa untuk aktif belajar mandiri. Lesson Study merupakan terjemahan langsung dari baasa Jepang “jugyokenkyu”, yang merupakan gabungan dari dua kata yaitu jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran, dan kenkyu yang berarti study atau research atau pengkajian. Dengan demikian Lesson Study merupakan study atau penelitian atau pengkajian terhadap pembelajaran. Lesson Study diartikan sebagai suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar (Hendayana dkk, 2006:10)..
Penyebaran Lesson Study di dunia berawal pada tahun 1995 yang dilatar belakangi oleh The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang diikuti oleh empat puluh satu Negara dan dua puluh satu diantaranya memperoleh skor rata-rata matematika yang signifikan lebih tinggi dari Amerika Serikat. Posisi tersebut membuat Amerika Serikat melakukan studi banding pembelajaran matematika di Jepang dan Jerman. Dari studi banding tersebut Tim Amerika Serikat menyadari bahwa Amerika Serikat tidak memiliki sistem untuk melakukan peningkatan mutu pembelajaran, sedangkan Jepang dan Jerman melakukan peningkatan mutu secara berkelanjutan. Selanjutnya ahli-ahli pendidikan Amerika Serikat belajar dari Jepang tentang Lesson Study dan kemudian mengembangkannya pada beberapa negara lain.
Di Indonesia Lesson Study berkembang melalui Indonesia Mathematics and Science Teacher Education Project (IMSTEP) yang diimplementasikan sejak sejak Oktober tahun 1998 di tiga IKIP yaitu IKIP Bandung (sekarang bernama Universitas Pendidikan Indonesia, UPI), IKIP Yogyakarta (sekarang bernama Universitas Negeri Yogyakarta, UNY) dan IKIP Malang (sekarang menjadi Universitas Negeri Malang) bekerja sama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency). Tujuan umum dari IMSTEP adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan Matematika dan IPA di Indonesia. Namun, pada perkembangannya kegiatan Lesson Study ini dapat diadaptasi untuk disiplin keilmuan apa pun baik MIPA maupun non-MIPA.
Pelaksanaan kegiatan Lesson Study memusat pada aktivitas guru secara collaborative dengan sesama guru dalam mempersiapkan rancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi atas pembelajaran yang telah berlangsung. Tiga aktivitas tersebut dalam Lesson Study dikenal dengan tahap Plan (merencanakan), tahap Do (melaksanakan), dan tahap See (merefleksi) yang dilakukan secara berkelanjutan. Dengan kata lain Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan pendidikan yang tak pernah berakhir (continous improvement). Dalam hal ini guru yang mempraktekkan Lesson Study, bekerja sama dengan sesama guru dalam menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan berdasarkan tuntutan kurikulum.
Kegiatan Lesson Study dimulai dari tahap perencanaan (Plan) yang bertujuan untuk merancang pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa dan berpusat pada siswa, hal ini dilakukan untuk mendorong siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Perencanaan ini tidak dilakukan sendiri tetapi dilakukan secara bersama-sama, dengan kata lain beberapa guru dapat melakukan kolaborasi untuk memperkaya ide-ide. Kolaborasi ini tidak hanya dapat dilakukan oleh guru sesama bidang study dalam sekolah saja, tetapi kolaborasi dapat pula dilakukan dengan beberapa guru dalam kelompok profesi guru tertentu seperti MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) atau kolaborasi antar guru dengan dosen atau kolaborasi antar dosen dengan dosen. Dengan demikian terbentuk kolegalitas antara guru dengan guru, guru dengan dosen, dosen dengan dosen, sehingga melalui kegiatan pertemuan dalam rangka kegiatan Lesson Study ini mereka dapat berbagi pengalaman dan terbentuk mutual learning (saling belajar).
Proses perencanaan dalam Lesson Study diawali dari analisis permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Permasalahan dapat berupa materi bidang studi, bagaimana menjelaskan suatu konsep, dan dapat juga berupa pedagogi tentang metode pembelajaran yang tepat agar pembelajaran lebih efektif dan efisien atau permasalahan fasilitas mengenai bagaimana mensiasati kekurangan fasilitas pembelajaran.
Langkah kedua dalam Lesson Study adalah pelaksanaan pembelajaran (Do) sebagai implementasi rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan. Dalam perencanaan telah disepakati siapa guru yang akan mengimplementasikan pembelajaran dan siapa guru yang akan bertindak sebagai pengamat (observer) pembelajaran. Dalam hal ini kepala sekolah dapat terlibat dalam pengamatan pembelajaran dan sebagai pemandu kegiatan.
Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya dilakukan briefieng kepada para pengamat untuk menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh seorang guru dan mengingatkan selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggu kegiatan pembelajaran tetapi mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran. Selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak boleh berbicara dengan sesama pengamat. Keberadaan pengamat didalam ruang kelas disamping mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang sedang berlangsung dan bukan untuk mengevaluasi guru. Fokus pengamatan ditujukan pada interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan bahan ajar, siswa dengan guru, dan siswa dengan lingkungan yang terkait dengan empat kompetensi guru sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 tentang guru dan dosen.
Langkah ketiga dalam kegiatan Lesson Study adalah refleksi (See). Setelah selesai pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara guru dan pengamat yang dipandu oleh kepala sekolah atau personal yang ditunjuk untuk membahas pembelajaran. Guru mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran, selanjutnya pengamat menyampaikan komentar dan lesson learnt dari pembelajaran terutama berkenaan dengan aktivitas siswa. Sebaliknya, guru harus dapat menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dari diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya.
Dilihat dari tahap-tahap dalam Lesson Study ada beberapa kegiatan yang mirip dengan kegiatan Lesson Study yang sering dilakukan guru dan dosen secara kolaboratif yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan oleh kelompok guru bidang study tertentu yaitu MGMP (Musyawarah Guru Mata Pealajaran). Apabila dilihat sekilas memang kegiatan tersebut hampir mirip dengan Lesson Study, namun ada beberapa hal mendasar yang membedakan Lesson Study dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) maupun dengan kegiatan dalam MGMP.
Untuk lebih jelas tentang perbedaan antara Lesson Study, PTK dan kegiatan MGMP dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Perbedaan Antara Lesson Study, PTK dan Kegiatan MGMP, menurut Lewis and Inverson (dalam Susilo, 2005:11)
1.Waktu pelaksanaan Berkesinanbungan sepanjang karier guru Tergantung adanya tawaran dana,PTK jarang yang melakukan secara berkesinambungan Tergantung adanya dana,MGMP umumnya 10 kali setahun
2.Pelaksana Sekelompok bidang studi yang sama, mengajar tingkatan sekolah yang sama. PTK Guru berkolaborasi dengan dosen atau guru sendiri atau dosen sendiri. MGMP Sekelompok guru bidang studi yang sama, mengajar kelas yang berbeda atau sama
3.Tujuan Meningkatkan pemahaman mengenai bagaimana siswa berfikir agar dapat mengembangkan pembelajaran yang memajukan proses belajar siswa. PTK Meningkatkan praktik pembelajaran. MGMP Mempersiapkan rancangan pembelajaran, memperdalam pemahaman materi pembelajaran
4. Tahap pelaksanaan Berdaur: Merancang berdasar suatu tema penelitian, melaksanakan, mengamati, merevisi rancangan, melaksanakan lagi, mengamati, merevisi rancangan. PTK Berdaur: Merancang, melaksanakan, mengamati, merefleksi, merancang lagi dan seterusnya. MGMP Tidak berdaur, tetapi dirancang apa yang akan dilakukan pada setiap pertemuan
5. Tuntutan komitmen Sepanjang hayat untuk meningkatkan pelayanan terhadap siswa. PTK Seharusnya juga sepanjang hayat, tetapi saat sekarang hanya dilakukan saat ada dananya. MGMP Umumnya setahun saja, dapat diperpanjang kalau memungkinkan
6. Hasil Kumpulan tulisan atau laporan tentang pembelajaran yang dilakukan dalam Lesson Study. PTK Laporan PTK yang menguraikan penerapan tindakan dan hasil penerapannya. MGMP Umumnya rancangan pembelajaran yang dibuat bersama (menekankan pada apa yang dibelajarkan, belum terlalu banyak pada bagaimana membelajarkannya). Pemahaman lebih mendalam mengenai materi
Sumber Bacaan:
Hendayana, dkk. 2006. Leeson Studi: Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik. Bandung: UPI PRESS.
Karim, M. A. 2006. Implementation of Lesson Study for Improving The Quality of Mathematics Instruction in Malang. Tsukuba Journal of Educational Study in Mathematics, (Online), Vol.25,
(http://www.human.tsukuba.ac.jp/~mathedu/journal/vol25/karim.pdf, diakses 3 Januari 2009).
Susilo, H. 2005. Kumpulan Makalah dalam Seminar dan Workshop Lesson Study dalam Rangka Persiapan Workshop Kolaborasi FMIPA-MGMP MIPA dan SMA Kota Malang, Lesson Study: Apa dan Mengapa (hlm 1-12). Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
professional_development.gcsnc.com
SELENGKAPNYA.....
Selasa, 31 Maret 2009
Pembelajaran Akselerasi
Accelerated Learning (AL)
Pembelajaran Akselerasi (Accelerated learning) sudah berkembang sejak 1970. Ide pembelajaran ini berangkat dari hasil temuan Dr. Lozanov pada tahun 1950 yang menangani pasien gangguan psikologis dengan teknik-teknik sugesti dan menenangakan mereka dengan musik barok (abad 17). Teknik ini berhasil menyembuhkan pasien tersebut dan Dr. Lazanov menyebut ini sebagai ”cadangan pikiran yang tersembunyi”. Kemudian Dr. Lozanov mengadakan penelitian ilmu jiwa untuk memberi sugesti kepada siswa dalam pembelajaran. Dengan mengaktifkan cadangan gelombang otak pada siswa dan keberadaan jiwa dalam memimpin pribadi membuat konsentrasi, mental, disiplin dan perenungan dengan musik dalam keadaan yang rilek untuk meningkatkan memori. Ternyata siswa dapat menyerap perlajaran bahasa asing lebih cepat, musik, sugesti positif, mainan anak-anak memungkinkan selain pembelajaran cepat juga jauh lebih efektif.
Pembelajaran Akselerasi (Accelerated Learning/AL) adalah salah satu cara belajar alamiah yang menggugah sepenuhnya kemampuan belajar para pebelajar, membuat belajar lebih menyenangkan dan memuaskan serta memberikan sumbangan sepenuhnya pada kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi dan keberhasilan. Ciri dari AL adalah mementingkan tujuan, bekerja sama, luwes, gembira, banyak cara, melibatkan emosional dan multi indrawi, serta mengutamakan hasil.
Pembelajaran Akselerasi (Accelerated Learning/AL) merupakan pendekatan yang sistematis terhadap pengajaran untuk seluruh orang yang berisi elemen-elemen khusus, yang ketika digunakan bersama mendorong siswa untuk belajar lebih cepat, efektif dan menyenangkan (Bobby Deporter). Tujuan AL adalah menggugah sepenuhnya kemampuan belajar para pelajar, membuat belajar menyenangkan dan memuaskan bagi mereka dan memberikan sumbangan sepenuhnya pada kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi dan keberhasilan mereka sebagai manusia.
Prinsip-Prinsip Pembelajaran Akselerasi
Meier (2002) dan Rose (2003) mengungkapkan prinsip-prinsip Accelerated Learning (AL), yaitu:
1)Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh.
2)Belajar adalah berkreasi bukan mengkonsumsi.
3)Kerja sama membantu proses belajar.
4)Pembelajaran berlangsung pada berbagai tingkatan secara Simultan..
5)Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik).
6)Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
Elemen-Elemen Pembelajaran Akselerasi
Agar Pembelajaran AL efektif maka dibutuhkan elemen-elemen khusus, yakni:
1.Lingkungan Fisik, perlu diciptakan lingkungan pembelajaran yang nyaman.
2.Musik, dapat membantu siswa rileks dan fokus.
3.Gambar-gambar yang bermakna, informasi atau sugesti yang diberikan oleh gambar-gambar di kelas mampu memberikan uraian yang sesuai dengan topik.
4.Guru, kemampuan suara (tekanan dan intonasi) dapat digunakan untuk menangkap perhatian siswa dan menekankan poin utama.
5.Keadaan Positif, sapaan dan suara yang ramah, penggunaan bahasa yang memotivasi dapat memperlancar dan menambah daya ingat siswa.
6.Seni dan drama, tujuannya adalah agar pembelajaran lebih hidup.
Langkah-langkah Pembelajaran Akselerasi
Ada enam langkah menurut Collin Rose disingkat dengan KUASAI atau MASTER.
K = Kuasai pikiran untuk sukses.
U = Uraikan faktanya.
A = Apa maknanya.
S = Sentakkan ingatan.
A = Ajukan yang diketahui.
I = Instrospeksi.
Bentuk Penyelenggaran
1)Program khusus, siswa yang memiliki kecerdasan luar biasa bersama dengan siswa bekemampuan biasa.
2)Kelas khusus, siswa yang memiliki kemampuan luar biasa ditempatkan pada kelas khusus.
3)Sekolah khusus, siswa yang belajar di sekolah ini adalah mereka yang hanya memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa
Ada banyak hal yang turut mendukung berhasil-tidaknya program ini. Yakni sarana dan prasarana termasuk di dalamnya guru dan buku. Pada kelas ini guru harus memiliki kualifikasi dan kemampuan khusus, berkualitas, berpengalaman, mendapat pelatihan dan selalu siap agar dapat menyesuaikan diri dengan siswanya. Di daerah, jumlah guru yang memenuhi kualifikasi relatif sedikit, dan agak sulit untuk mendatangkan guru dari luar sekolah. Sebab harus mengeluarkan dan menambah anggaran tambahan untuk keperluan itu. Selain itu, buku yang digunakan di kelas ini diambil dari berbagai sumber, tidak berpatokan pada buku itu saja termasuk internet bisa dijadikan acuan sumber informasi. Semua ini jarang sekali dimiliki sekolah yang ada di daerah.
Orang tua yang siswanya masuk kelas akselerasi umumnya sangat mendukung dan antusias. Ini dibuktikan dengan kesanggupan pembayaran uang SPP lebih besar dari siswa. Sebagian uang itu digunakan untuk membayar honor tambahan guru yang mengajar di kelas akselerasi.
Daftar Rujukan
Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning Handbook: Panduan Kreatif & Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Kaifa
Rose, Colin. 2003. KUASAI Lebih cepat: Buku Pintar Accelerated Learning. Bandung: Kaifa.
Rose, Colin and Nicholl, Malcolm J. 1998. Accelerated Learning For The 21st Century: The Six-Step Plan To Unlock Your Master-Mind. New York: Dell Trade Paperback.
Rose, Colin dan Nicholl, Malcolm J. 2002. Accelerated Learning For The 21st Century: Cara Belajar Cepat Abad 21. Bandung: Nuansa
Sukarno, Nono. 2005. Penerapan Program Akselerasi di Daerah. Pikiran Rakyat (http://www.pikiranrakyat.org, diakses 20 November
SELENGKAPNYA.....
QUANTUM LEARNING
PR lagi, PR lagi.......malas ahh, ......!, gerutu sebagian besar anak-anak saat ibu guru yang mengajar matematika memberitahukan soal-soal yang menjadi bahan pekerjaan rumah. “Materi pelajaran ini sangat perlu, karna akan menjadi pertimbangan bagi nilai matematika untuk semester ini, jadi semua harus mengerjakannya dan akan dikumpulkan lusa pada jam ke-3”, kata ibu Endang sambil memperbaiki kaca mata
bacanya. Banyak gerutu yang terdengar, saat ibu guru menutup pelajaran hari itu. Dalam situasi ini, banyak siswa yang merasa sekolah sangat membebani kehidupan mereka. Mereka tidak langsung menurut bila disuruh melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pelajaran sekolah. Mereka lebih tertarik bermain, menonton TV atau mengikuti kegiatan lain dari pada belajar. Pengamatan seperti di atas merupakan pemandangan yang umum tentang ketidak sukaan anak terhadap kegiatan belajar. Ada pula dukungan dari survey yang dilakukan oleh Tony Buzan dan Bobbi de Porter. Tiga puluh tahun lamanya mereka melakukan penelitian yang berkaitan dengan assosiasi seseorang dengan kata belajar dan bagaimana cara agar belajar menjadi suatu hal yang menyenangkan. Belajar yang membuat siswa merasa penting, aman dan nyaman merupakan target penelitian mereka. Berdasarkan teori Dr Geogi Lozanov, Bobbi de Porter berhasil menciptakan suatu iklim yang baru dalam pembelajaran di sekolah yang disebut dengan Quantum Learning.
Porter dkk mendefinisikan quantum learning sebagai "interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya." Mereka mengamsalkan kekuatan energi sebagai bagian penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2, mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang "secara fisik adalah materi". "Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya". Pada kaitan inilah, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Termasuk konsep-konsep kunci dari teori dan strategi belajar, seperti: teori otak kanan/kiri, teori otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistik, belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol (metaphoric learning), simulasi/permainan.
Bagaikan jamur yang disirami air hujan, quantum learning mendapat tanggapan positif dari seluruh penjuru dunia. Buku tentang quantum learning melejit terjual jutaan copy dan diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, dan mendapat pujian. Quantum learning memberikan suatu angin segar pada setiap insan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Buku ini memberikan pengalaman tentang sebuah sekolah bisnis yang menghasilkan profesional yang handal karena dalam proses pembelajarannya mengkombinasikan faktor ketrampilan-ketrampilan belajar yang mendasar seperti mencatat, menghafal dan membaca cepat, bagaimana memfungsikan otak dan sekolah ini berupaya menciptakan suasana yang aman dan penuh kepercayaan bagi guru dan siswa.
Apakah Quantum Learning Merupakan Suatu Model Pembelajaran?
Quantum learning bisa jadi merupakan teori pembelajaran yang paling handal pada saat ini. Penggabungan dari beberapa model pengajaran dan pembelajaran seperti accelerated learning, multiple inteligencies, brain research, neuro-linguistic programming, learning modalities, experiental learning dan kooperative learning terpadu dalam suatu pengetahuan tunggal yang menghasilkan suatu pembelajaran yang sangat bertenaga. Seperti orkestra dalam sebuah simfoni, berbagai elemen ini diorkestra secara hati-hati untuk menciptakan suatu pengalaman belajar yang lebih lengkap dan menyenangkan. Jadi dapat dinyatakan bahwa quantum learning merupakan kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas
Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.
Prinsip suggestology hampir mirip dengan proses accelerated learning, pemercepatan belajar: yakni, proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui campuran antara lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat.
Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang (Bobby De Porter dan Hernacki, 1992)
Prinsip Dasar Quantum learning
Beberapa hal yang penting dicatat dalam quantum learning adalah sebagai berikut. Para siswa dikenali tentang "kekuatan pikiran" yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa otak manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimilliki oleh Albert Einstein. Selain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang memerikan bagaimana proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning, dikenalkan bahwa proses belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7 tahun yang seperti spons menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan kerumitan bahasa yang kacau dengan "cara yang menyenangkan dan bebas stres". Proses ini juga ditambah dengan faktor-faktor umpan balik dan rangsangan dari lingkungan telah menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan bahwa kegagalan, dalam belajar, bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk terus berusaha merupakan alat pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam proses belajar. Setiap keberhasilan perlu diakhiri dengan "kegembiraan dan tepukan."yang memompa diri untuk lebih berhasil lagi.
Otak manusia mempunyai tiga bagian dasar, yang seluruhnya dikenal sebagai “otak triune(Three in One)”.Tiga bagian dasar dari otak bertanggung jawab atas fungsi yang berbeda-beda. 1). Batang atau otak reptilia, bagian otak ini bertanggung jawab atas fungsi-fungsi motor sensor-pengetahuan tentang realitas fisik yang berasal dari pancaindra. Perilaku berkaitan dengan insting mempertahankan hidup, dorongan untuk mengembangkan spesies. Ketika merasa tidak aman , spontan bangkit dan bersiaga atau melarikan diri dari bahaya inilah disebut reaksi”hadapi atau lari”. Inilah reaksi yang merupakan keharusan pada masa-masa perkembangan awal manusia, jika otak reptil ini dominan, kita tidak dapt berfikir pada tingkat yang lebih tinggi. 2).Sistem limbik atau otak mamalia, bagian otak ini fungsinya bersifat emosional dan kognitif; yaitu menyimpan perasaan, pengalaman yang menyenangkan, memori, dan kemampuan belajar. Selain itu juga mengendalikan bioritme, seperti pola tidur, lapar,haus, tekanan darah, detak jantung, gairah seksual, temperatur dan kimia tubuh, metabolisme, dan sistem kekebalan. Sistem limbik adalah panel kontrol utama yang menggunakan informasi dari indra penglihatan, pendengaran, sensasi tubuh, indra peraba dan penciuman sebagai inputnya. Kemudian, informasi tersebut didistribusikan ke bagian pemikir di dalam otak yaitu neokorteks. 3).Neokorteks, tempat bersemanyam kecerdasan yang mengatur pesan-pesan yang diterima melalui penglihatan, pendengaran, dan sensai tubuh. Hasilnya merupakan penalaran, berfikir secara intelektual, pembuatan keputusan, perilaku waras, bahasa,kendali motorik sadar, dan ideasi(penciptaan gagasan) nonverbal.
Berdasarkan penjelasan mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja, dibuat model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, intarpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor sensorik (melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif (melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih tinggi (melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat). Bagaimana memanfaatkan cara berpikir dua belahan otak "kiri dan kanan". Proses berpikir otak kiri (yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional), misalnya, dikenakan dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang bersifat ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detil dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Proses berpikir otak kanan (yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan proses pembelajaran yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan dan emosi), kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau suatu benda), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreatifitas dan visualisasi.
Semua itu, pada akhirnya, tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya "emosi positif, meningkatkan kekuatan otak, keberhasilan, dan kehormatan diri." Keempat unsur ini bila digambarkan saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi) kepada penciptaan kehormatan diri. Terlepas dari perbedaan nyata dalam kecerdasan dan tingkat kesuksesan di antar orang-orang, manusia mempunyai susunan saraf yang sama. Fisiologi otak kita sangat mirip dengan otak orang lain, bahkan juga dengan pemikir cemerlang seperti Einstein dan Da Vinci.
Bacaan:
De Porter, Bobbi dan Mike Hernacki . 2002.Quantum Learning. Jakarta: Mizan Media Utama
SELENGKAPNYA.....
Jumat, 27 Maret 2009
Permasalahan Paedagogis Yang Muncul Akibat Masuknya Benda -Benda TEKNOPRAKTIS Dalam Masyarakat
Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan meningkatnya teknologi komunikasi menyebabkan hubungan antar individu semakin dekat, khususnya dengan muncul dan berkembangnya telepon seluler atau handphone. Hubungan antar individu, antar kelompok, antar suku, dan antar bangsa sudah tidak dibatasi oleh dimensi keruangan maupun kewilayahan. Seseorang dapat berkomunikasi dengan yang lain sudah tidak hanya antar kota, antar daerah, tetapi sudah antar negara. Dimanapun seseorang berada dapat kita jangkau dengan handphone. Seolah-olah dunia sudah tanpa batas. Ilmu pengetahuan dimanapun dan kapanpun dapat terakses melalui media ini. Tetapi pada sisi yang lain juga membawa permasalahan tersendiri, diantaranya:a.Karena ada telepon seluler, terutama terjadi pada masyarakat kelompok menengah ke atas bahwa berkomunikasi yang biasanya dilakukan yaitu bersifat silaturahmi atau anjang sana sedikit demi sedikit akan terkikis. Kebersamaan dalam tatap muka juga berkurang akibatnya kegiatan-kegiatan yang bersifat kebersamaan lambat laun menjadi sirna. Gotong royong, kerja bhakti lambat laun sudah ditinggalkan. Hal ini dapat mengancam rasa persaudaraan, rasa senasip sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, persatuan dan kesatuan bangsa. Inilah yang mengancam pendidikan kewarganegaraan.
b.Disamping itu membanjirnya benda-benda teknopraktis yang berupa telepon seluler, bila dilihat dari sisi ekonomi, maka benda tersebut tidak mendidik hidup hemat (ekonomis), khususnya bagi lapisan masyarakat menengah ke atas. Masyarakat terdidik untuk hidup lebih konsumtif, terutama karena dengan adanya handphone kita dengan mudah diberi informasi, iklan-iklan yang acapkali menggiurkan bahkan mengalahkan berfikir rasional. Kita terbawa pada arus yang irasional dari segi ekonomi. Kita sering tergiring oleh iklan yang berembel-embel hadiah yang menggiurkan, tetapi kenyataannya menjerumuskan. Tetapi bagi lapisan masyarakat bawah, hadirnya handphone bukan sebagai kebutuhan hidup melainkan sebagai gaya hidup. Fungsi handphone hanya sebagai ukuran status sosial. Alasan beli handphone hanya karena mereka tidak ingin dikelompokkan kedalam kelas pinggiran.
Berkembangnya media massa, baik cetak maupun elektronik misalnya: televisi, radio dan surat kabar dapat menyebabkan kita dapat menerima informasi darimanapun, kapanpun, dan apapun. Informasi-informasi dapat masuk dengan bebas ke rumah, bahkan anakpun dapat mengundangnya sendiri. Informasi dari belahan bumi manapun dapat diakses bahkan aksesnyapun dapat secara langsung. Kejadian-kejadian yang tejadi di manca negara dapat dengan mudah dan segera kita ketahui. Ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru juga dapat kita akses dengan mudah. Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan dan kebudayaan kita. Pola hidup kitapun dapat berubah karenanya. Pada sisi yang lain perkembangan media massa baik cetak maupun elektronik dapat membawa dampak yang kurang menguntungkan. Inilah dilema dalam pembelajaran pendewasaan masyarakat. Sebagian besar keluarga di Indonesia masih menempatkan televisi di ruang keluarga. Tetapi juga tidak jarang kita jumpai, televisi sudah masuk ke kamar anak-anak, hal ini biasanya untuk keluarga lapisan masyarakat menengah keatas. Celakalah para orangtua yang menempatkan televisi di kamar anak-anaknya, karena mereka telah meletakkan racun pikiran tepat di jantung sasaran. Salah satu dampak negatif televisi adalah melatih anak untuk berpikir pendek dan bertahan berkonsentrasi dalam waktu yang singkat (short span of attention). Sekarang banyak dijumpai anak-anak yang dicap malas belajar. Anak sering mengeluh capek kalau disuruh belajar. Kurang atau tidak bisa berkonsentrasi. Mungkin mereka bukan malas belajar. Tetapi otak mereka sudah tidak mampu untuk diajak berkonsentrasi menyerap bahan pelajaran dalam jangka waktu lebih lama dari jarak di antara dua spot iklan. Otak mereka tidak terlatih untuk berkonsentrasi, berfikir kritis apalagi kreatif. Inilah akibat pengondisian acara televisi yang cenderung melatih kita pasif.
Televisi begitu dahsyat pengaruhnya, lalu bagaimana dengan komputer? Apakah komputer juga berdampak separah televisi? Sejumlah penelitian bidang teknologi pendidikan menyatakan bahwa komputer memiliki dampak negatif terhadap pendidikan dan perkembangan anak sama banyaknya. Menurut Paul C Saettler dari California State University, Sacramento (dalam Nababan:2002), hasil tersebut muncul karena banyak penelitian membandingkan pendidikan yang konvensional dan yang dibantu teknologi tidak pernah berhasil melakukan perbandingan setara karena banyaknya aspek yang tidak teramati. Satu hal yang pasti, interaksi anak dan komputer yang bersifat satu (orang) menghadap satu (mesin) mengakibatkan anak menjadi tidak cerdas secara sosial. Seperti halnya televisi, meletakkan komputer dengan CD-ROM di dalam kamar anak sama bahayanya. Hal ini selain memungkinkan anak terlalu sibuk bermain game, komputer dengan CD-ROM memungkinkan masuknya tayangan yang tidak terpuji ke kamar anak tanpa sepengetahuan orangtua. Karena anak dapat menayangkan sesuai keinginannya.
Masuknya benda-benda teknopraktis misalnya televisi, VCD ke masyarakat kita khususnya masyarakat pedesaan (lapisan masyarakat bawah) dapat semakin berkurangnya waktu untuk bercerita tentang sejarah, hikayat atau peristiwa-peristiwa yang lain. Ketika televisi belum diproduksi secara massal, di desa-desa baru ada satu atau dua televisi. Masyarakat desa cenderung berkumpul untuk melihat televisi secara bersama-sama. Mereka merasakan bahagia bersama-sama sedihpun bersama-sama. Mereka merasa senasip seperjuangan, merasa satu saudara, satu keluarga. Hal ini berdampak semakin terpupuknya kebersamaan, kekompakan dan persatuan. Tetapi setelah televisi diproduksi secara massal, maka masing-masing keluarga, masing-masing rumah telah memiliki televisi. Bahkan sering kita jumpai dalam satu rumah telah memiliki lebih dari satu televisi. Akibatnya sudah tidak dijumpai lagi masyarakat desa berkumpul, bercengkerama untuk melihat televisi secara bersama-sama. Masyarakat cenderung menghabiskan waktunya di rumah masing-masing. Rasa senasip seperjuangan sudah pudar. Rasa persaudaraan juga pudar. Kebersamaan semakin pudar, masyarakat lebih individualis lambat laun akan mengurangi bahkan menghancurkan persatuan.
Masuknya internet ke lingkungan kita di satu sisi sangat menyenangkan, tetapi disisi lain, internet hadir persoalan barupun hadir. Apalagi yang mengkonsumsi internet adalah anak-anak, dan keluarga yang memiliki lebih dari satu komputer dirumahnya Suatu dilema teknologi tersendiri. Karena dengan adanya internet kita dapat mengakses segala informasi. Informasi tersebut ada yang bersifat positif dan negatif, baik ditinjau dari segi etika, moral, agama, maupun ekonomi. Internet menghadirkan prilaku unsur-unsur budaya yang berupa norma, nilai, benda, moral dan simbol yang tidak jarang tidak sesuai dengan unsur budaya kita. Akibatnya jika kita tidak memiliki filter budaya, kita mudah tertipu untuk segera mengikutinya. Internet juga menghadirkan iklan-iklan, yang sudah barang tentu bertujuan merangsang kita untuk hidup tidak ekonomis.
Strategi Pemecahan Masalah
Menyadari bahwa betapa pun majunya teknologi, sebagai hasil karya manusia adalah perpanjangan bagi kemampuannya, dan bukan sebaliknya menjadikan manusia sebagai perpanjangannya. Betapa pun lompatan dan terobosan menandai kemajuan teknologi, manfaatnya harus diukur dari sejauh mana martabat dan kesejahteraan manusia terangkat olehnya, dan bukan sebaliknya berakibat pudarnya nilai-nilai manusiawi.
Untuk membantu menyelesaiakan masalah-masalah yang timbul akibat hadirnya benda-benda teknopraktis ke lingkungan kita, ada beberapa setrategi yang dapat dijadikan pertimbangan, diantaranya:
1.Untuk keluarga yang memiliki lebih dari satu komputer di rumah sangat disarankan untuk membangun jaringan komputer rumah, di mana hanya komputer pusat yang terletak di ruang publik yang memiliki CD-ROM agar pengaksesan CD-ROM ini dari kamar anak- anak dapat terawasi. Begitu pula untuk VCD player. Akhir- akhir ini dampak VCD negatif bajakan sungguh meresahkan. Hal ini diakibatkan begitu mudahnya mendapatkan VCD bajakan dan memainkannya pada sebuah VCD player sehingga anak balita pun mampu mengoperasikan untuk menyaksikan Teletubbies kesayangannya.
Begitu juga dengan internet. Akses internet harus diletakkan di ruang publik untuk mencegah anak menjadi korban predator pedofilia di internet atau perbuatan melanggar hukum yang tidak disadarinya, seperti berbagi file secara ilegal (illegal file sharing). Kita tidak bisa mencegah anak berinteraksi dengan internet karena di dalamnya banyak pula hal yang bermanfaat. Hasil penelitian terakhir pun menyatakan tak ada satu peranti lunak pun yang mampu menggantikan tugas orangtua mengawasi kegiatan anaknya di internet.
Hal ini bukan berarti untuk mencegah atau menakut-nakuti orangtua agar membatasi interaksi anaknya dengan teknologi. hal ini bermaksud mengajak orangtua untuk berperan aktif dalam melindungi anaknya dari sisi negatif teknologi. Orang tua perlu melakukan filterisasi terhadap masuknya informasi-informasi yang kurang terpuji.
Perlindungan yang diberikan bukan dengan membuat anak menjadi steril dari teknologi, tetapi immune, yaitu dengan memberikan pendampingan terhadap anak dalam berinteraksi dengan teknologi. Berikan anak sesuai dengan apa yang mereka butuhkan dan tidak berlebihan.
Seyogianya orangtua tidak bersembunyi di balik ketidakmampuan mengadopsi teknologi. Orangtua telah lebih banyak memakan asam garam hidup ini. Teknologi boleh berbeda, tetapi cara manusia menggunakannya masih sama.
Dahulu, isu mengenai seseorang berhubungan seks di luar nikah beredar dari mulut ke mulut. Biasanya beredar saat pasangan tersebut putus dan diedarkan oleh pihak yang sakit hati. Kini gosip itu beredar dalam rekaman video ataupun foto. Lebih parah lagi, internet mempercepat peredarannya.
Sekali beredar di internet, akan susah menghapusnya. Pencegahannya sungguh merupakan hal yang tidak berhubungan dengan teknologi sama sekali, yaitu pendampingan orangtua terhadap anak dalam interaksi anak dengan teknologi dan proses internalisasi nilai- nilai positif kepada anak-anak oleh orang tua.
Memang anak lebih cepat beradaptasi dengan teknologi, tetapi orangtua pun memiliki nilai lebih karena orangtua telah lebih dulu mengenyam berbagai pengalaman hidup. Kombinasi kedua hal ini akan menjamin proses mengadopsi teknologi dalam kehidupan keluarga menjadi lebih positif. Orangtua dan anak dapat meningkatkan kualitas waktu bersama dengan cara ini. Dengan demikian, orangtua akan mampu mencegah teknologi dan kejahatannya memisahkan keluarga yang dicintainya.
2. Kurangi nonton televisi,dan nikmati hidup. Mari kita kendalikan teknologi agar teknologi tidak mengendalikan kita. Betapa pun majunya teknologi, sebagai hasil karya manusia adalah perpanjangan bagi kemampuannya, dan bukan sebaliknya menjadikan manusia sebagai perpanjangannya. Betapa pun lompatan dan terobosan menandai kemajuan teknologi, manfaatnya harus diukur dari sejauh mana martabat dan kesejahteraan manusia terangkat olehnya, dan bukan sebaliknya berakibat pudarnya nilai-nilai manusiawi.
Sekitar 60 juta anak Indonesia menonton TV selama berjam-jam hampir sepanjang hari. Apa yang ditonton? Anak-anak menonton acara TV apa sajakarena kebanyakan keluarga tidak memberi batasan menonton yang jelas.
Mulai dari acara gosip selebritis; berita kriminal berdarah-darah; sinetron remajayang penuh kekerasan, seks, intrik, mistis, amoral; film dewasa yang diputar dari pagi hingga malam; penampilan grup musik yang berpakaian seksi dan menyanyikan lagu dengan lirik orang dewasa; sinetron berbungkus agama yang banyak menampilkan rekaan azab, hantu, iblis, siluman, dan seterusnya.Termasuk juga acara anak yang banyak berisi adegan yang tidak aman dan tidak pantas ditonton anak.
Bayangkan kalau anak-anak kita adalah satu dari mereka yang tiap hari harus menelan hal-hal dari TV yang jelas-jelas tidak untuk mereka tapi untuk orang dewasa. Anak-anak akan sangat berpotensi untuk kehilangan keceriaan dan kepolosan mereka karena masuknya persoalan orang dewasa dalam keseharian mereka. Akibatnya, sering terjadi gangguan psikologi dan ketidakseimbangan emosi dalam bentuk kesulitan konsentrasi, perilaku kekerasan, persepsi yang keliru, budaya ‘instan’, pertanyaan-pertanyaan yang ‘di luar dugaan’ dan sebagainya.
Hanya sedikit anak yang beruntung bisa memiliki berbagai kegiatan, fasilitas dan orangtua yang baik sehingga bisa mengalihkan waktu anak untuk hal-hal yang lebih penting daripada sekadar menonton TV. Namun jutaan orangtua di Indonesia pada umumnya cemas dan khawatir dengan isi siaran TV kita.
Kalangan industri televisi punya argumentasi sendiri mengapa mereka menyiarkan acara-acara yang tidak memperhatikan kepentingan anak dan remaja.Intinya, kepentingan bisnis telah sangat mengalahkan dan menempatkan anak dan remaja kita sekadar sebagai pasar yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya. Meski beberapa stasiun TV sudah mulai memperbaiki isi siaran mereka, itu tetap tidak bisa menghilangkan kesalahan mereka di masa lalu dalam memberi ‘makanan’ yang merusak jiwa puluhan juta anak Indonesia.
Pemerintah maupun institusi lain, terbukti tidak mampu membuat peraturan yang bisa memaksa industri televisi untuk lebih sopan menyiarkan acaranya. Sehingga, tidak ada pilihan lain kecuali individu sendiri yang harus menentukan sikap menghadapi situasi ini. Anggota masyarakat yang bersatu dan memiliki sikap yang sama untuk menolak perilaku industri televisi kita, akan menjadi kekuatan yang besar apabila jumlahnya makin bertambah. Penolakan oleh masyarakat yang merupakan pasar bagi industri televisi, pada saatnya akan menjadi kekuatan yang luar biasa besar.
Pengaruh Media terhadap anak makin besar, teknologi semakin canggih & intensitasnya semakin tinggi. Padahal orangtua tidak punya waktu yang cukup untuk memerhatikan, mendampingi & mengawasi anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV ketimbang melakukan hal lainnya. Dalam seminggu anak menonton TV sekitar 170 jam. Apa yang mereka pelajari selama itu? Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Mereka juga belajar untuk duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan berolahraga. Hal ini menjauhkan mereka dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain.
Akhirnya penulis ucapkan ”Selamat berjuang buat orang tua yang peduli pada generasi masa depan, maju tak gentar membela yang belajar”
SELENGKAPNYA.....