Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
DANNY AJAR BASKORO

Powered by Blogger

Minggu, 28 Maret 2010

AMBIGUITAS PERAN (Role Ambiguity)

Ambiguitas peran menurut Luthans (2001:473) terjadi ketika individu tidak memperoleh kejelasan mengenai tugas-tugas dari pekerjaannya atau lebih umum dikatakan “tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan“. Job description yang tidak jelas, perintah-perintah yang tidak lengkap dari atasan, dan tidak adanya pengalaman memberikan kontribusi terhadap ambiguitas peran.

Sedangkan Robbins (2001) menyatakan bahwa ambiguitas peran muncul ketika peran yang diharapkan (role expectation) tidak secara jelas dimengerti dan seseorang tidak yakin pada apa yang dia lakukan.
Menurut Kreitner (2004), “Role ambiguity is others’ expectations are unknown”. Ambiguitas peran terjadi ketika seseorang tidak mengetahui akan harapan pada peran mereka.
Yousef (2002), Mendeskripsikan ambiguitas peran sebagai situasi dimana individu tidak memiliki arah yang jelas mengenai harapan akan perannya dalam organisasi.
Kemudian Lapopolo (2002) menyebutkan bahwa ambiguitas peran muncul ketika seseorang karyawan merasa bahwa terdapat banyak sekali ketidakpastian dalam aspek-aspek peran atau keanggotaan karyawan tersebut dalam kelompok.
Barron dan Greenberg (1990:228) mengatakan bahwa ambiguitas peran dapat terjadi ketika individu mengalami ketidakpastian mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan pekerjaannya seperti: mengenai lingkup tanggung jawabnya, apa yang diharapkan darinya, dan bagaimana mengerjakan pekerjaan yang beragam. Ambiguitas sering tidak disukai dan cukup mengakibatkan tekanan bagi banyak orang akan tetapi hal ini seringkali pula tidak dapat dihindari.
Ambiguitas atau kekaburan peran adalah suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkannya untuk dapat melaksanakan perannya dengan tepat. Sebagaimana diungkapkan berikut;
Role ambiguity is the deegre to whict clear information is lacking regarding the expectations associated with a role, methods for fulfilling known role expectation, or the consequences of role performance. In the other words, role ambiguity is the discrepancy between the amount of information people have and he amount they need in order to perform their role adequately. (Brief et.al dalam Nimran,2004:100)

Seseorang dapat dikatakan berada dalam kekaburan peran apabila ia menunjukkan ciri-ciri antara lain sebagai berikut (Nimran, 2004:101):
a. Tidak jelas benar apa tujuan peran yang dia mainkan
b. Tidak jelas kepada siapa ia bertanggung jawab dan siapa yang melapor kepadanya
c. Tidak cukup wewenang untuk melaksanakan tanggung jawabnya
d. Tidak sepenuhnya mengerti apa yang diharapkan dari padanya
e. Tidak memahami benar peranan dari pada pekerjaannya dalam rangka mencapai tujuan secara keseluruhan.
Mondy, Sharplin, dan Premeaux (1990:491-492) menyarankan supaya pemegang peran mengetahui 6 (enam) tipe dasar informasi , sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya ambiguitas peran yaitu:
1. Pemegang peran harus tahu apa yang diharapkan oleh orang lain.
2. Pemegang peran harus tahu aktivitas yang seharusnya mereka lakukan dan hubungan interpersonal yang harus mereka tunjukkan untuk memenuhi harapan orang lain.
3. Pemegang peran harus mengetahui konsekuensi dari pelaksanaan aktivitas atau interaksi dengan orang lain dalam hal teretentu.
4. Pemegang peran harus mengetahui macam-macam tingkah laku atau sikap yang akan diterima baik sebagai imbalan maupun hukuman.
5. Pemegang peran harus menemukan tipe-tipe dari imbalan dan hukuman yang akan diberikan dan mengukur kemungkinan mereka (karyawan) menerimanya.
6. Pemegang peran harus mengetahui tingkah laku atau sikap yang akan memuaskan atau mengecewakan kebutuhan individu

Daftar Rujukan

Baron, Robert. Jerald A.Greenberg,. 1990. Behavior in Organizations: Understanding and Managing the Human Side of Work. Third Editions. USA: Allyn and Bacon.

Kreitner, R., A Kinicki. 2004. Organizational Behavior. Sixth Edition. USA: Mc. Graw Hill Companies.

Lapopolo, R. B. 2002. The Relationship of Role related Variables to Job Satisfaction and Commitment to The Organization in Restructured Hospital Environment. Physical Therapy, Vol. 82, No. 10, pp.984-999.

Luthans, Fred. 2001. Organizational Behavior. Ninth edition. New York: McGraw Hill.

Mondy, R.W., A.Sharplin, Shane. R. Premeaux. 1990. Management and Organizational Behavior. USA: Allyn and Bacon.

Nimran, Umar. 1997. Perilaku Organisasi. Surabaya: CV Citra Media.

Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi. Jilid 1 dan 2. Terjemahan oleh Tim Indeks. 2003. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.

SELENGKAPNYA.....

Rabu, 24 Maret 2010

KONFLIK PERAN (Role conflict )

Setiap orang mempunyai harapan yang berbeda untuk aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan peran yang mereka jalankan. Perbedaan harapan ini akan mengakibatkan tekanan pada pemegang peranan untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik antara satu dengan yang lain. Hal ini dapat mengarah pada konflik peran, dimana pelaksanaan kegiatan atau kerja dengan satu tekanan dapat menyulitkan hal yang lain dengan tekanan yang menyertainya.
Role conflict dan role ambiguity pada pekerjaan mengarah pada tingkah laku disfungsional dalam pekerjaan seperti ketidakpuasan kerja, kecenderungan untuk meninggalkan organisasi dan komitmen yang rendah


Peran oleh Luthans (2001:407) didefinisikan sebagai suatu posisi yang memiliki harapan yang berkembang dari norma yang dibangun. Seorang individu seringkali memiliki peran ganda (multiple roles), karena selain sebagai karyawan perusahaan misalnya seseorang juga memiliki peran di keluarganya, di lingkungannya dan lain-lain. Peran-peran ini seringkali memunculkan konflik-konflik tuntutan dan konflik-konflik harapan. Lebih jauh Luthans mengatakan bahwa konflik peran terdiri dari 3 tipe utama:
1. Konflik antara individu dengan perannya
Konflik ini terjadi antara kepribadian individu dan harapan akan perannya.
2. Konflik Intrarole
Konflik ini dihasilkan oleh harapan yang kontradiktif terhadap bagaimana peran tertentu harus dijalankan.
3. Konflik Interrole
Konflik ini dihasilkan dari persyaratan yang berbeda dari dua atau lebih peran yang harus dijalankan pada saat bersamaan.
Sedangkan Mondy, Sharplin dan Premeaux (1990:490), mengemukakan lima tipe dari role conflict, yaitu:
1. Intrasender Conflict, merupakan konflik yang terjadi dalam individu pemegang peran karena peran yang diterima oleh individu bertentangan atau tidak konsisten dengan harapan pemegang peran.
2. Intersender Conflict, konflik yang terjadi ketika individu-individu pemegang peran dengan harapan yang berbeda saling berinterkasi.
3. Interrole Conflict. Merupakan konflik yang terjadi ketika harapan berhubungan dengan peran yang berbeda akan menimbulkan konflik.
4. Person-role conflict. Konflik yang terjadi ketika aktivitas yang diharapkan dari pemegang peran melanggar moral dan nilai yang dimiliki individu tersebut.
5. Role Overload. Merupakan tipe konflik peran yang lebih kompleks, terjadi ketika harapan yang dikirimkan pada pemegang peran dapat digabungkan akan tetapi kinerja mereka melampaui jumlah waktu yang tersedia bagi orang yang melaksanakan aktivitas yang diharapkan.
Sementara itu menurut Robbins (2001:283), Peran didefinisikan sebagai seperangkat pola perilaku yang diharapkan sebagai atribut seseorang yang menduduki suatu posisi yang diberikan pada suatu unit sosial. Konflik peran didefinisikan sebagai sebuah situasi dimana individu dihadapkan pada harapan peran (role expectation) yang berbeda. Sementara role expectation sendiri adalah bagaimana orang lain yakin seseorang harus berbuat pada situasi tertentu. Konflik peran memunculkan harapan yang mungkin sulit untuk dicapai atau dipuaskan.
Brief et. al (1980) dalam Nimran (2004:101) mendefinisikan konflik peran sebagai “the incongruity of expectation associated with a role”. Jadi konflik peran itu adalah adanya ketidakcocokan antara harapan-harapan yang berkaitan dengan suatu peran. Secara lebih spesifik Leigh et. al (1988) dalam Nimran (2004:102) menyatakan “Role conflict is the result of an employee facing the inconsistent expectations of various parties or personal needs, values, etc.”. artinya, konflik peran itu merupakan hasil dari ketidakkonsistenan harapan-harapan berbagai pihak atau persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu dan sebagainya.
Lebih jauh Nimran (2004:102) menyatakan bahwa di antara ciri-ciri dari seseorang yang berada dalam konflik peran adalah sebagai berikut:
a. Mengerjakan hal-hal yang tidak perlu
b. Terjepit diantara dua atau lebih kepentingan yang berbeda (atasan dan bawahan/sejawat)
c. Mengerjakan sesuatu yang diterima oleh pihak yang satu tidak oleh pihak yang lain
d. Menerima perintah atau permintaan yang bertentangan
e. Mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan keadaan di mana saluran komando dalam organisasi tidak dipatuhi.


SELENGKAPNYA.....

Selasa, 23 Maret 2010

Strategi Bersaing

Pokok perumusan strategi bersaing adalah menghubungkan perusahaan dengan lingkungannya. Walaupun lingkungan yang relevan sangat luas meliputi, kekuatan-kekuatan sosial sebagaimana juga kekuatan-kekuatan ekonomi, aspek utama dari lingkungan perusahaan adalah industri atau industri-industri dalam mana perusahaan tersebut bersaing. Struktur industri mempunyai pengaruh yang kuat dalam menentukan aturan permainan persaingan selain juga strategi-strategi yang secara potensial tersedia bagi perusahaan


Porter (1980) menyebutkan bahwa suatu perusahaan akan mempunyai keunggulan bersaing apabila perusahaan itu dalam kondisi yang menguntungkan dari lima faktor persaingan pokok, yaitu masuknya pendatang baru, ancaman produk pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli, kekuatan tawar-menawar pemasok (suppliers), serta persaingan di antara para pesaing yang ada.
Lima kekuatan persaingan diatas mencerminkan kenyataan bahwa persaingan dalam suatu industri tidak hanya terbatas pada para pemain yang ada. Pelanggan, pemasok, produk pengganti, serta pendatang baru potensial semuanya merupakan "pesaing" bagi perusahaan-perusahaan dalam industri dan dapat lebih atau kurang menonjol tergantung pada situasi tertentu. Kekuatan persaingan di atas secara bersama-sama menentukan intensitas persaingan dan kemampulabaan dalam industri, dan kekuatan, atau kekuatan-kekuatan yang paling besar akan menentukan serta menjadi sangat penting dari sudut pandang perumusan strategi.
Dengan demikian analisis terhadap lima faktor penentu keberhasilan industri perlu dilakukan jika suatu perusahaan ingin bersaing dalam pasar yang kompetitif. Oleh karena itu Porter (1980) memberikan suatu strategi dalam menghadapi persaingan yang disebut sebagai Strategi Generik yang terdiri dari keunggulan biaya menyeluruh, diferensiasi dan fokus. Menerapkan salah satu diantaranya dengan berhasil menuntut sumberdaya dan keterampilan yang berbeda. Strategi generik juga membutuhkan penataan organisasi, prosedur pengendalian dan system insentif yang berbada. Untuk itu untuk mencapai sukses dalam penerapan salah satu strategi tersebut diperlukan komitmen yang tangguh.
Porter berpendapat bahwa strategi bersaing yang efektif meliputi tindakan-tindakan ofensif atau defensif guna menciptakan posisi yang aman (defendable position) terhadap kelima kekuatan persaingan yang disebutkan diatas.
Menurut Hunger & wheelen (2001), strategi bersaing sering juga disebut dengan strategi bisnis dimana berfokus pada peningkatan posisi bersaing produk dan jasa perusahaan dalam industri atau segmen pasar tertentu yang dilayani perusahaan.
Persaingan sangat penting bagi keberhasilan atau kegagalan perusahaan. Persaingan menentukan kegiatan yang perlu bagi perusahaan untuk berprestasi, seperti inovasi, budaya yang kohesif, atau implementesi yang baik. Strategi bersaing merupakan upaya mencari posisi bersaing yang menguntungkan dalam suatu industri, arena fundamental di mana persaingan belangsung. Strategi bersaing bertujuan membina posisi yang menguntungkan dan kuat dalam melawan kekuatan yang menentukan persaingan dalam industri. (Porter, 1980).
Strategi bersaing mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk membuat suatu industri menjadi lebih baik atau kurang menarik. Pada waktu yang sama, suatu perusaahaan dapat memperbaiki atau merusak posisinya sendiri dalam industri melalui pilihan strateginya. Oleh karena itu, strategi bersaing bukan hanya merupakan tanggapan terhadap lingkungan melainkan juga upaya membentuk lingkungan tersebut sesuai dengan keinginan perusahaan. (Porter, 1980).

Faktor-Faktor Kekuatan Bersaing

Penelitian yang di lakukan oleh Vickery et.at. (1997), mengacu pada strategi bersaing manufaktur, terdapat empat faktor kekuatan bersaing pada industri mebel antara lain, pengiriman (delivery), nilai (value), fleksibilitas (flexibility), dan inovasi (innovation). Keempat variabel tersebut dijabarkan menjadi 10 variabel manifes antara lain:
1. Fleksibilitas Produk yaitu kemampuan untuk menangani kesulitan, permintaan yang tidak standar dan memproduksi produk dengan beragam bentuk, pilihan, ukuran / warna.
2. Fleksibilitas Volume yaitu kemampuan untuk menyesuaikan kapasitas dengan cepat seperti menambah atau mengurangi produksi dalam rangka merespon perubahan permintaan pelanggan.
3. Fleksibilitas Proses yaitu kemampuan untuk memproduksi produk dengan biaya yang rendah, juga perubahan produk yang bervariasi dapat dilakukan dengan mudah.
4. Biaya Produk Rendah yaitu kemampuan untuk rneminimasi biaya produksi total.
5. Pengenalan Produk Baru yaitu kemampuan untuk mengenalkan peningkatan/variasi produk baru secara cepat.
6. Kecepatan Pengiriman yaitu kemampuan untuk mengurangi waktu antara waktu order dengan waktu sampai pada konsumen
7. Ketergantungan Pengiriman yaitu kemampuan untuk memastikan jumlah pesanan dan mengantisipasi waktu kedatangan pesanan.
8. Kualitas (Kesesuaian) yaitu kemampuan untuk memproduksi produk dengan performansi standar.
9. Reliabilitas Produk yaitu kemampuan untuk memaksimalkan waktu kerusakan produk.
10. Kualitas Design / Inovasi Design yaitu kemampuan untuk menyediakan produk dengan bentuk, model dan karakteristik yang merupakan keunggulan bersaing.

DAFTAR PUSTAKA
Hunger, J. D. and Wheelen, T. L,. 2001. Strategic Management.1996. Fiveth Editions. Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Agung J. (penterjemah).2001. Manajemen Strategis. Andi.Yogyakarta.

Porter, M.E., 1980. Competitive Strategy. Macmillan Publishing Co., Inc., USA. Maulana Agus (penterjemah). 1980. Strategi Bersaing. Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing. Erlangga. Jakarta.

Vickery, Shawnee K, Droge, Cornelia, Markland, Robert E., 1997. Dimension of Manufacturing Strength in The Furniture Industry. Journal of Operation Management . Elsevier. 15. 317-330.
SELENGKAPNYA.....