Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
DANNY AJAR BASKORO

Powered by Blogger

Selasa, 31 Maret 2009

Pembelajaran Akselerasi


Accelerated Learning (AL)
Pembelajaran Akselerasi (Accelerated learning) sudah berkembang sejak 1970. Ide pembelajaran ini berangkat dari hasil temuan Dr. Lozanov pada tahun 1950 yang menangani pasien gangguan psikologis dengan teknik-teknik sugesti dan menenangakan mereka dengan musik barok (abad 17). Teknik ini berhasil menyembuhkan pasien tersebut dan Dr. Lazanov menyebut ini sebagai ”cadangan pikiran yang tersembunyi”. Kemudian Dr. Lozanov mengadakan penelitian ilmu jiwa untuk memberi sugesti kepada siswa dalam pembelajaran. Dengan mengaktifkan cadangan gelombang otak pada siswa dan keberadaan jiwa dalam memimpin pribadi membuat konsentrasi, mental, disiplin dan perenungan dengan musik dalam keadaan yang rilek untuk meningkatkan memori. Ternyata siswa dapat menyerap perlajaran bahasa asing lebih cepat, musik, sugesti positif, mainan anak-anak memungkinkan selain pembelajaran cepat juga jauh lebih efektif.
Pembelajaran Akselerasi (Accelerated Learning/AL) adalah salah satu cara belajar alamiah yang menggugah sepenuhnya kemampuan belajar para pebelajar, membuat belajar lebih menyenangkan dan memuaskan serta memberikan sumbangan sepenuhnya pada kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi dan keberhasilan. Ciri dari AL adalah mementingkan tujuan, bekerja sama, luwes, gembira, banyak cara, melibatkan emosional dan multi indrawi, serta mengutamakan hasil.
Pembelajaran Akselerasi (Accelerated Learning/AL) merupakan pendekatan yang sistematis terhadap pengajaran untuk seluruh orang yang berisi elemen-elemen khusus, yang ketika digunakan bersama mendorong siswa untuk belajar lebih cepat, efektif dan menyenangkan (Bobby Deporter). Tujuan AL adalah menggugah sepenuhnya kemampuan belajar para pelajar, membuat belajar menyenangkan dan memuaskan bagi mereka dan memberikan sumbangan sepenuhnya pada kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi dan keberhasilan mereka sebagai manusia.
Prinsip-Prinsip Pembelajaran Akselerasi
Meier (2002) dan Rose (2003) mengungkapkan prinsip-prinsip Accelerated Learning (AL), yaitu:
1)Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh.
2)Belajar adalah berkreasi bukan mengkonsumsi.
3)Kerja sama membantu proses belajar.
4)Pembelajaran berlangsung pada berbagai tingkatan secara Simultan..
5)Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik).
6)Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
Elemen-Elemen Pembelajaran Akselerasi
Agar Pembelajaran AL efektif maka dibutuhkan elemen-elemen khusus, yakni:
1.Lingkungan Fisik, perlu diciptakan lingkungan pembelajaran yang nyaman.
2.Musik, dapat membantu siswa rileks dan fokus.
3.Gambar-gambar yang bermakna, informasi atau sugesti yang diberikan oleh gambar-gambar di kelas mampu memberikan uraian yang sesuai dengan topik.
4.Guru, kemampuan suara (tekanan dan intonasi) dapat digunakan untuk menangkap perhatian siswa dan menekankan poin utama.
5.Keadaan Positif, sapaan dan suara yang ramah, penggunaan bahasa yang memotivasi dapat memperlancar dan menambah daya ingat siswa.
6.Seni dan drama, tujuannya adalah agar pembelajaran lebih hidup.

Langkah-langkah Pembelajaran Akselerasi
Ada enam langkah menurut Collin Rose disingkat dengan KUASAI atau MASTER.

K = Kuasai pikiran untuk sukses.
U = Uraikan faktanya.
A = Apa maknanya.
S = Sentakkan ingatan.
A = Ajukan yang diketahui.
I = Instrospeksi.
Bentuk Penyelenggaran
1)Program khusus, siswa yang memiliki kecerdasan luar biasa bersama dengan siswa bekemampuan biasa.
2)Kelas khusus, siswa yang memiliki kemampuan luar biasa ditempatkan pada kelas khusus.
3)Sekolah khusus, siswa yang belajar di sekolah ini adalah mereka yang hanya memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa
Ada banyak hal yang turut mendukung berhasil-tidaknya program ini. Yakni sarana dan prasarana termasuk di dalamnya guru dan buku. Pada kelas ini guru harus memiliki kualifikasi dan kemampuan khusus, berkualitas, berpengalaman, mendapat pelatihan dan selalu siap agar dapat menyesuaikan diri dengan siswanya. Di daerah, jumlah guru yang memenuhi kualifikasi relatif sedikit, dan agak sulit untuk mendatangkan guru dari luar sekolah. Sebab harus mengeluarkan dan menambah anggaran tambahan untuk keperluan itu. Selain itu, buku yang digunakan di kelas ini diambil dari berbagai sumber, tidak berpatokan pada buku itu saja termasuk internet bisa dijadikan acuan sumber informasi. Semua ini jarang sekali dimiliki sekolah yang ada di daerah.
Orang tua yang siswanya masuk kelas akselerasi umumnya sangat mendukung dan antusias. Ini dibuktikan dengan kesanggupan pembayaran uang SPP lebih besar dari siswa. Sebagian uang itu digunakan untuk membayar honor tambahan guru yang mengajar di kelas akselerasi.
Daftar Rujukan

Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning Handbook: Panduan Kreatif & Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Kaifa

Rose, Colin. 2003. KUASAI Lebih cepat: Buku Pintar Accelerated Learning. Bandung: Kaifa.

Rose, Colin and Nicholl, Malcolm J. 1998. Accelerated Learning For The 21st Century: The Six-Step Plan To Unlock Your Master-Mind. New York: Dell Trade Paperback.

Rose, Colin dan Nicholl, Malcolm J. 2002. Accelerated Learning For The 21st Century: Cara Belajar Cepat Abad 21. Bandung: Nuansa

Sukarno, Nono. 2005. Penerapan Program Akselerasi di Daerah. Pikiran Rakyat (http://www.pikiranrakyat.org, diakses 20 November
SELENGKAPNYA.....

QUANTUM LEARNING


PR lagi, PR lagi.......malas ahh, ......!, gerutu sebagian besar anak-anak saat ibu guru yang mengajar matematika memberitahukan soal-soal yang menjadi bahan pekerjaan rumah. “Materi pelajaran ini sangat perlu, karna akan menjadi pertimbangan bagi nilai matematika untuk semester ini, jadi semua harus mengerjakannya dan akan dikumpulkan lusa pada jam ke-3”, kata ibu Endang sambil memperbaiki kaca mata
bacanya. Banyak gerutu yang terdengar, saat ibu guru menutup pelajaran hari itu. Dalam situasi ini, banyak siswa yang merasa sekolah sangat membebani kehidupan mereka. Mereka tidak langsung menurut bila disuruh melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pelajaran sekolah. Mereka lebih tertarik bermain, menonton TV atau mengikuti kegiatan lain dari pada belajar. Pengamatan seperti di atas merupakan pemandangan yang umum tentang ketidak sukaan anak terhadap kegiatan belajar. Ada pula dukungan dari survey yang dilakukan oleh Tony Buzan dan Bobbi de Porter. Tiga puluh tahun lamanya mereka melakukan penelitian yang berkaitan dengan assosiasi seseorang dengan kata belajar dan bagaimana cara agar belajar menjadi suatu hal yang menyenangkan. Belajar yang membuat siswa merasa penting, aman dan nyaman merupakan target penelitian mereka. Berdasarkan teori Dr Geogi Lozanov, Bobbi de Porter berhasil menciptakan suatu iklim yang baru dalam pembelajaran di sekolah yang disebut dengan Quantum Learning.
Porter dkk mendefinisikan quantum learning sebagai "interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya." Mereka mengamsalkan kekuatan energi sebagai bagian penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2, mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang "secara fisik adalah materi". "Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya". Pada kaitan inilah, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Termasuk konsep-konsep kunci dari teori dan strategi belajar, seperti: teori otak kanan/kiri, teori otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistik, belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol (metaphoric learning), simulasi/permainan.
Bagaikan jamur yang disirami air hujan, quantum learning mendapat tanggapan positif dari seluruh penjuru dunia. Buku tentang quantum learning melejit terjual jutaan copy dan diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, dan mendapat pujian. Quantum learning memberikan suatu angin segar pada setiap insan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Buku ini memberikan pengalaman tentang sebuah sekolah bisnis yang menghasilkan profesional yang handal karena dalam proses pembelajarannya mengkombinasikan faktor ketrampilan-ketrampilan belajar yang mendasar seperti mencatat, menghafal dan membaca cepat, bagaimana memfungsikan otak dan sekolah ini berupaya menciptakan suasana yang aman dan penuh kepercayaan bagi guru dan siswa.

Apakah Quantum Learning Merupakan Suatu Model Pembelajaran?
Quantum learning bisa jadi merupakan teori pembelajaran yang paling handal pada saat ini. Penggabungan dari beberapa model pengajaran dan pembelajaran seperti accelerated learning, multiple inteligencies, brain research, neuro-linguistic programming, learning modalities, experiental learning dan kooperative learning terpadu dalam suatu pengetahuan tunggal yang menghasilkan suatu pembelajaran yang sangat bertenaga. Seperti orkestra dalam sebuah simfoni, berbagai elemen ini diorkestra secara hati-hati untuk menciptakan suatu pengalaman belajar yang lebih lengkap dan menyenangkan. Jadi dapat dinyatakan bahwa quantum learning merupakan kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas
Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.
Prinsip suggestology hampir mirip dengan proses accelerated learning, pemercepatan belajar: yakni, proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui campuran antara lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat.
Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang (Bobby De Porter dan Hernacki, 1992)

Prinsip Dasar Quantum learning
Beberapa hal yang penting dicatat dalam quantum learning adalah sebagai berikut. Para siswa dikenali tentang "kekuatan pikiran" yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa otak manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimilliki oleh Albert Einstein. Selain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang memerikan bagaimana proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning, dikenalkan bahwa proses belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7 tahun yang seperti spons menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan kerumitan bahasa yang kacau dengan "cara yang menyenangkan dan bebas stres". Proses ini juga ditambah dengan faktor-faktor umpan balik dan rangsangan dari lingkungan telah menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan bahwa kegagalan, dalam belajar, bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk terus berusaha merupakan alat pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam proses belajar. Setiap keberhasilan perlu diakhiri dengan "kegembiraan dan tepukan."yang memompa diri untuk lebih berhasil lagi.
Otak manusia mempunyai tiga bagian dasar, yang seluruhnya dikenal sebagai “otak triune(Three in One)”.Tiga bagian dasar dari otak bertanggung jawab atas fungsi yang berbeda-beda. 1). Batang atau otak reptilia, bagian otak ini bertanggung jawab atas fungsi-fungsi motor sensor-pengetahuan tentang realitas fisik yang berasal dari pancaindra. Perilaku berkaitan dengan insting mempertahankan hidup, dorongan untuk mengembangkan spesies. Ketika merasa tidak aman , spontan bangkit dan bersiaga atau melarikan diri dari bahaya inilah disebut reaksi”hadapi atau lari”. Inilah reaksi yang merupakan keharusan pada masa-masa perkembangan awal manusia, jika otak reptil ini dominan, kita tidak dapt berfikir pada tingkat yang lebih tinggi. 2).Sistem limbik atau otak mamalia, bagian otak ini fungsinya bersifat emosional dan kognitif; yaitu menyimpan perasaan, pengalaman yang menyenangkan, memori, dan kemampuan belajar. Selain itu juga mengendalikan bioritme, seperti pola tidur, lapar,haus, tekanan darah, detak jantung, gairah seksual, temperatur dan kimia tubuh, metabolisme, dan sistem kekebalan. Sistem limbik adalah panel kontrol utama yang menggunakan informasi dari indra penglihatan, pendengaran, sensasi tubuh, indra peraba dan penciuman sebagai inputnya. Kemudian, informasi tersebut didistribusikan ke bagian pemikir di dalam otak yaitu neokorteks. 3).Neokorteks, tempat bersemanyam kecerdasan yang mengatur pesan-pesan yang diterima melalui penglihatan, pendengaran, dan sensai tubuh. Hasilnya merupakan penalaran, berfikir secara intelektual, pembuatan keputusan, perilaku waras, bahasa,kendali motorik sadar, dan ideasi(penciptaan gagasan) nonverbal.
Berdasarkan penjelasan mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja, dibuat model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, intarpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor sensorik (melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif (melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih tinggi (melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat). Bagaimana memanfaatkan cara berpikir dua belahan otak "kiri dan kanan". Proses berpikir otak kiri (yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional), misalnya, dikenakan dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang bersifat ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detil dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Proses berpikir otak kanan (yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan proses pembelajaran yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan dan emosi), kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau suatu benda), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreatifitas dan visualisasi.
Semua itu, pada akhirnya, tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya "emosi positif, meningkatkan kekuatan otak, keberhasilan, dan kehormatan diri." Keempat unsur ini bila digambarkan saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi) kepada penciptaan kehormatan diri. Terlepas dari perbedaan nyata dalam kecerdasan dan tingkat kesuksesan di antar orang-orang, manusia mempunyai susunan saraf yang sama. Fisiologi otak kita sangat mirip dengan otak orang lain, bahkan juga dengan pemikir cemerlang seperti Einstein dan Da Vinci.
Bacaan:
De Porter, Bobbi dan Mike Hernacki . 2002.Quantum Learning. Jakarta: Mizan Media Utama
SELENGKAPNYA.....

Jumat, 27 Maret 2009

Permasalahan Paedagogis Yang Muncul Akibat Masuknya Benda -Benda TEKNOPRAKTIS Dalam Masyarakat


Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan meningkatnya teknologi komunikasi menyebabkan hubungan antar individu semakin dekat, khususnya dengan muncul dan berkembangnya telepon seluler atau handphone. Hubungan antar individu, antar kelompok, antar suku, dan antar bangsa sudah tidak dibatasi oleh dimensi keruangan maupun kewilayahan. Seseorang dapat berkomunikasi dengan yang lain sudah tidak hanya antar kota, antar daerah, tetapi sudah antar negara. Dimanapun seseorang berada dapat kita jangkau dengan handphone. Seolah-olah dunia sudah tanpa batas. Ilmu pengetahuan dimanapun dan kapanpun dapat terakses melalui media ini. Tetapi pada sisi yang lain juga membawa permasalahan tersendiri, diantaranya:a.Karena ada telepon seluler, terutama terjadi pada masyarakat kelompok menengah ke atas bahwa berkomunikasi yang biasanya dilakukan yaitu bersifat silaturahmi atau anjang sana sedikit demi sedikit akan terkikis. Kebersamaan dalam tatap muka juga berkurang akibatnya kegiatan-kegiatan yang bersifat kebersamaan lambat laun menjadi sirna. Gotong royong, kerja bhakti lambat laun sudah ditinggalkan. Hal ini dapat mengancam rasa persaudaraan, rasa senasip sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, persatuan dan kesatuan bangsa. Inilah yang mengancam pendidikan kewarganegaraan.
b.Disamping itu membanjirnya benda-benda teknopraktis yang berupa telepon seluler, bila dilihat dari sisi ekonomi, maka benda tersebut tidak mendidik hidup hemat (ekonomis), khususnya bagi lapisan masyarakat menengah ke atas. Masyarakat terdidik untuk hidup lebih konsumtif, terutama karena dengan adanya handphone kita dengan mudah diberi informasi, iklan-iklan yang acapkali menggiurkan bahkan mengalahkan berfikir rasional. Kita terbawa pada arus yang irasional dari segi ekonomi. Kita sering tergiring oleh iklan yang berembel-embel hadiah yang menggiurkan, tetapi kenyataannya menjerumuskan. Tetapi bagi lapisan masyarakat bawah, hadirnya handphone bukan sebagai kebutuhan hidup melainkan sebagai gaya hidup. Fungsi handphone hanya sebagai ukuran status sosial. Alasan beli handphone hanya karena mereka tidak ingin dikelompokkan kedalam kelas pinggiran.
Berkembangnya media massa, baik cetak maupun elektronik misalnya: televisi, radio dan surat kabar dapat menyebabkan kita dapat menerima informasi darimanapun, kapanpun, dan apapun. Informasi-informasi dapat masuk dengan bebas ke rumah, bahkan anakpun dapat mengundangnya sendiri. Informasi dari belahan bumi manapun dapat diakses bahkan aksesnyapun dapat secara langsung. Kejadian-kejadian yang tejadi di manca negara dapat dengan mudah dan segera kita ketahui. Ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru juga dapat kita akses dengan mudah. Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan dan kebudayaan kita. Pola hidup kitapun dapat berubah karenanya. Pada sisi yang lain perkembangan media massa baik cetak maupun elektronik dapat membawa dampak yang kurang menguntungkan. Inilah dilema dalam pembelajaran pendewasaan masyarakat. Sebagian besar keluarga di Indonesia masih menempatkan televisi di ruang keluarga. Tetapi juga tidak jarang kita jumpai, televisi sudah masuk ke kamar anak-anak, hal ini biasanya untuk keluarga lapisan masyarakat menengah keatas. Celakalah para orangtua yang menempatkan televisi di kamar anak-anaknya, karena mereka telah meletakkan racun pikiran tepat di jantung sasaran. Salah satu dampak negatif televisi adalah melatih anak untuk berpikir pendek dan bertahan berkonsentrasi dalam waktu yang singkat (short span of attention). Sekarang banyak dijumpai anak-anak yang dicap malas belajar. Anak sering mengeluh capek kalau disuruh belajar. Kurang atau tidak bisa berkonsentrasi. Mungkin mereka bukan malas belajar. Tetapi otak mereka sudah tidak mampu untuk diajak berkonsentrasi menyerap bahan pelajaran dalam jangka waktu lebih lama dari jarak di antara dua spot iklan. Otak mereka tidak terlatih untuk berkonsentrasi, berfikir kritis apalagi kreatif. Inilah akibat pengondisian acara televisi yang cenderung melatih kita pasif.
Televisi begitu dahsyat pengaruhnya, lalu bagaimana dengan komputer? Apakah komputer juga berdampak separah televisi? Sejumlah penelitian bidang teknologi pendidikan menyatakan bahwa komputer memiliki dampak negatif terhadap pendidikan dan perkembangan anak sama banyaknya. Menurut Paul C Saettler dari California State University, Sacramento (dalam Nababan:2002), hasil tersebut muncul karena banyak penelitian membandingkan pendidikan yang konvensional dan yang dibantu teknologi tidak pernah berhasil melakukan perbandingan setara karena banyaknya aspek yang tidak teramati. Satu hal yang pasti, interaksi anak dan komputer yang bersifat satu (orang) menghadap satu (mesin) mengakibatkan anak menjadi tidak cerdas secara sosial. Seperti halnya televisi, meletakkan komputer dengan CD-ROM di dalam kamar anak sama bahayanya. Hal ini selain memungkinkan anak terlalu sibuk bermain game, komputer dengan CD-ROM memungkinkan masuknya tayangan yang tidak terpuji ke kamar anak tanpa sepengetahuan orangtua. Karena anak dapat menayangkan sesuai keinginannya.
Masuknya benda-benda teknopraktis misalnya televisi, VCD ke masyarakat kita khususnya masyarakat pedesaan (lapisan masyarakat bawah) dapat semakin berkurangnya waktu untuk bercerita tentang sejarah, hikayat atau peristiwa-peristiwa yang lain. Ketika televisi belum diproduksi secara massal, di desa-desa baru ada satu atau dua televisi. Masyarakat desa cenderung berkumpul untuk melihat televisi secara bersama-sama. Mereka merasakan bahagia bersama-sama sedihpun bersama-sama. Mereka merasa senasip seperjuangan, merasa satu saudara, satu keluarga. Hal ini berdampak semakin terpupuknya kebersamaan, kekompakan dan persatuan. Tetapi setelah televisi diproduksi secara massal, maka masing-masing keluarga, masing-masing rumah telah memiliki televisi. Bahkan sering kita jumpai dalam satu rumah telah memiliki lebih dari satu televisi. Akibatnya sudah tidak dijumpai lagi masyarakat desa berkumpul, bercengkerama untuk melihat televisi secara bersama-sama. Masyarakat cenderung menghabiskan waktunya di rumah masing-masing. Rasa senasip seperjuangan sudah pudar. Rasa persaudaraan juga pudar. Kebersamaan semakin pudar, masyarakat lebih individualis lambat laun akan mengurangi bahkan menghancurkan persatuan.
Masuknya internet ke lingkungan kita di satu sisi sangat menyenangkan, tetapi disisi lain, internet hadir persoalan barupun hadir. Apalagi yang mengkonsumsi internet adalah anak-anak, dan keluarga yang memiliki lebih dari satu komputer dirumahnya Suatu dilema teknologi tersendiri. Karena dengan adanya internet kita dapat mengakses segala informasi. Informasi tersebut ada yang bersifat positif dan negatif, baik ditinjau dari segi etika, moral, agama, maupun ekonomi. Internet menghadirkan prilaku unsur-unsur budaya yang berupa norma, nilai, benda, moral dan simbol yang tidak jarang tidak sesuai dengan unsur budaya kita. Akibatnya jika kita tidak memiliki filter budaya, kita mudah tertipu untuk segera mengikutinya. Internet juga menghadirkan iklan-iklan, yang sudah barang tentu bertujuan merangsang kita untuk hidup tidak ekonomis.

Strategi Pemecahan Masalah
Menyadari bahwa betapa pun majunya teknologi, sebagai hasil karya manusia adalah perpanjangan bagi kemampuannya, dan bukan sebaliknya menjadikan manusia sebagai perpanjangannya. Betapa pun lompatan dan terobosan menandai kemajuan teknologi, manfaatnya harus diukur dari sejauh mana martabat dan kesejahteraan manusia terangkat olehnya, dan bukan sebaliknya berakibat pudarnya nilai-nilai manusiawi.
Untuk membantu menyelesaiakan masalah-masalah yang timbul akibat hadirnya benda-benda teknopraktis ke lingkungan kita, ada beberapa setrategi yang dapat dijadikan pertimbangan, diantaranya:
1.Untuk keluarga yang memiliki lebih dari satu komputer di rumah sangat disarankan untuk membangun jaringan komputer rumah, di mana hanya komputer pusat yang terletak di ruang publik yang memiliki CD-ROM agar pengaksesan CD-ROM ini dari kamar anak- anak dapat terawasi. Begitu pula untuk VCD player. Akhir- akhir ini dampak VCD negatif bajakan sungguh meresahkan. Hal ini diakibatkan begitu mudahnya mendapatkan VCD bajakan dan memainkannya pada sebuah VCD player sehingga anak balita pun mampu mengoperasikan untuk menyaksikan Teletubbies kesayangannya.
Begitu juga dengan internet. Akses internet harus diletakkan di ruang publik untuk mencegah anak menjadi korban predator pedofilia di internet atau perbuatan melanggar hukum yang tidak disadarinya, seperti berbagi file secara ilegal (illegal file sharing). Kita tidak bisa mencegah anak berinteraksi dengan internet karena di dalamnya banyak pula hal yang bermanfaat. Hasil penelitian terakhir pun menyatakan tak ada satu peranti lunak pun yang mampu menggantikan tugas orangtua mengawasi kegiatan anaknya di internet.
Hal ini bukan berarti untuk mencegah atau menakut-nakuti orangtua agar membatasi interaksi anaknya dengan teknologi. hal ini bermaksud mengajak orangtua untuk berperan aktif dalam melindungi anaknya dari sisi negatif teknologi. Orang tua perlu melakukan filterisasi terhadap masuknya informasi-informasi yang kurang terpuji.
Perlindungan yang diberikan bukan dengan membuat anak menjadi steril dari teknologi, tetapi immune, yaitu dengan memberikan pendampingan terhadap anak dalam berinteraksi dengan teknologi. Berikan anak sesuai dengan apa yang mereka butuhkan dan tidak berlebihan.
Seyogianya orangtua tidak bersembunyi di balik ketidakmampuan mengadopsi teknologi. Orangtua telah lebih banyak memakan asam garam hidup ini. Teknologi boleh berbeda, tetapi cara manusia menggunakannya masih sama.
Dahulu, isu mengenai seseorang berhubungan seks di luar nikah beredar dari mulut ke mulut. Biasanya beredar saat pasangan tersebut putus dan diedarkan oleh pihak yang sakit hati. Kini gosip itu beredar dalam rekaman video ataupun foto. Lebih parah lagi, internet mempercepat peredarannya.
Sekali beredar di internet, akan susah menghapusnya. Pencegahannya sungguh merupakan hal yang tidak berhubungan dengan teknologi sama sekali, yaitu pendampingan orangtua terhadap anak dalam interaksi anak dengan teknologi dan proses internalisasi nilai- nilai positif kepada anak-anak oleh orang tua.
Memang anak lebih cepat beradaptasi dengan teknologi, tetapi orangtua pun memiliki nilai lebih karena orangtua telah lebih dulu mengenyam berbagai pengalaman hidup. Kombinasi kedua hal ini akan menjamin proses mengadopsi teknologi dalam kehidupan keluarga menjadi lebih positif. Orangtua dan anak dapat meningkatkan kualitas waktu bersama dengan cara ini. Dengan demikian, orangtua akan mampu mencegah teknologi dan kejahatannya memisahkan keluarga yang dicintainya.
2. Kurangi nonton televisi,dan nikmati hidup. Mari kita kendalikan teknologi agar teknologi tidak mengendalikan kita. Betapa pun majunya teknologi, sebagai hasil karya manusia adalah perpanjangan bagi kemampuannya, dan bukan sebaliknya menjadikan manusia sebagai perpanjangannya. Betapa pun lompatan dan terobosan menandai kemajuan teknologi, manfaatnya harus diukur dari sejauh mana martabat dan kesejahteraan manusia terangkat olehnya, dan bukan sebaliknya berakibat pudarnya nilai-nilai manusiawi.
Sekitar 60 juta anak Indonesia menonton TV selama berjam-jam hampir sepanjang hari. Apa yang ditonton? Anak-anak menonton acara TV apa sajakarena kebanyakan keluarga tidak memberi batasan menonton yang jelas.
Mulai dari acara gosip selebritis; berita kriminal berdarah-darah; sinetron remajayang penuh kekerasan, seks, intrik, mistis, amoral; film dewasa yang diputar dari pagi hingga malam; penampilan grup musik yang berpakaian seksi dan menyanyikan lagu dengan lirik orang dewasa; sinetron berbungkus agama yang banyak menampilkan rekaan azab, hantu, iblis, siluman, dan seterusnya.Termasuk juga acara anak yang banyak berisi adegan yang tidak aman dan tidak pantas ditonton anak.
Bayangkan kalau anak-anak kita adalah satu dari mereka yang tiap hari harus menelan hal-hal dari TV yang jelas-jelas tidak untuk mereka tapi untuk orang dewasa. Anak-anak akan sangat berpotensi untuk kehilangan keceriaan dan kepolosan mereka karena masuknya persoalan orang dewasa dalam keseharian mereka. Akibatnya, sering terjadi gangguan psikologi dan ketidakseimbangan emosi dalam bentuk kesulitan konsentrasi, perilaku kekerasan, persepsi yang keliru, budaya ‘instan’, pertanyaan-pertanyaan yang ‘di luar dugaan’ dan sebagainya.
Hanya sedikit anak yang beruntung bisa memiliki berbagai kegiatan, fasilitas dan orangtua yang baik sehingga bisa mengalihkan waktu anak untuk hal-hal yang lebih penting daripada sekadar menonton TV. Namun jutaan orangtua di Indonesia pada umumnya cemas dan khawatir dengan isi siaran TV kita.
Kalangan industri televisi punya argumentasi sendiri mengapa mereka menyiarkan acara-acara yang tidak memperhatikan kepentingan anak dan remaja.Intinya, kepentingan bisnis telah sangat mengalahkan dan menempatkan anak dan remaja kita sekadar sebagai pasar yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya. Meski beberapa stasiun TV sudah mulai memperbaiki isi siaran mereka, itu tetap tidak bisa menghilangkan kesalahan mereka di masa lalu dalam memberi ‘makanan’ yang merusak jiwa puluhan juta anak Indonesia.
Pemerintah maupun institusi lain, terbukti tidak mampu membuat peraturan yang bisa memaksa industri televisi untuk lebih sopan menyiarkan acaranya. Sehingga, tidak ada pilihan lain kecuali individu sendiri yang harus menentukan sikap menghadapi situasi ini. Anggota masyarakat yang bersatu dan memiliki sikap yang sama untuk menolak perilaku industri televisi kita, akan menjadi kekuatan yang besar apabila jumlahnya makin bertambah. Penolakan oleh masyarakat yang merupakan pasar bagi industri televisi, pada saatnya akan menjadi kekuatan yang luar biasa besar.
Pengaruh Media terhadap anak makin besar, teknologi semakin canggih & intensitasnya semakin tinggi. Padahal orangtua tidak punya waktu yang cukup untuk memerhatikan, mendampingi & mengawasi anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV ketimbang melakukan hal lainnya. Dalam seminggu anak menonton TV sekitar 170 jam. Apa yang mereka pelajari selama itu? Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Mereka juga belajar untuk duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan berolahraga. Hal ini menjauhkan mereka dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain.
Akhirnya penulis ucapkan ”Selamat berjuang buat orang tua yang peduli pada generasi masa depan, maju tak gentar membela yang belajar”
SELENGKAPNYA.....

Jumat, 20 Maret 2009

Ikhtisar Keilmuan


Manusia adalah makhluk yang berfikir. Melalui fikirannya menumbuhkan rasa ingin tahu. Dengan rasa ingin tahunya mendorong manusia untuk mengembangkan daya nalarnya. Melalui daya nalarnya pengetahuan manusia terus berkembang. Ilmu pengetahuan, teknologi turut berkembang, dan kebudayaan manusiapun turut berkembang seiring dengan perkembangan manusia. Teknologi sebagai suatu kegiatan mendorong pertumbuhan ekonomi, dan bersama-sama dengan ilmu pengetahuan berakibat mempercepat laju perkembangan masyarakat dan kebudayaan. Sebagai suatu system teknologi memerlukan dukungan ilmu pengetahuan. Teknologi dapat berkembang secara paralel dengan ilmu pengetahuan. Teknologi mempunyai 3 aspek yaitu: aspek teknik, aspek kebudayaan dan aspek organisasi. Teknologi sebagai system ketrampilan praktis tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Teknologi berinteraksi dengan system yang lain yang ada di lingkungan sekitarnya. Perkembangan teknologi mula-mula hanya mengambil alih berbagai fungsi manusia yang berupa kemampuan fisik, tetapi akhir-akhir ini fungsi manusia yang berupa kemampuan mental juga mulai diambil alih oleh teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak membantu memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi sendi-sendi kehidupan manusia, bahkan dapat mengubah pola hidup manusia, sehingga dapat menggoyahkan dasar dan sendi kehidupan manusia. Hal ini disebabkan sains telah menyentuh eksistensi manusia. Menurut Buber (1959) dalam Soelaiman(1988) bahwa krisis antropologi disebabkan scientisme dan eksesnya telah menggoyahkan dan mengubah salah satu pola dasar kehidupan, yaitu hubungan antar manusia menjadi gersang. Berkat sains manusia telah berhasil menciptakan teknologi yang canggih, yang sangat kuat bagaikan raksasa, sehingga dapat mengancam kehidupan manusia. Keberadaan manusia seolah-olah dapat digantikan oleh mesin, kemanusiaan telah diotomatisasi. Manusia dapat dibuat sangat bergantung padanya. Bahkan keberadaan mesin/teknologi dianggap lebih penting daripada manusianya. Teknologi sudah menjadi berhala-berhala baru bagi manusia. Hal inilah yang menyebabkan manusia dapat hilang sifat manusianya atau sering disebut dehumanisasi manusia. Dengan demikian lambat laun revolosi sains dan teknologi dapat melahirkan permasalahan-permasalahan baru dibidang moral, religi dan budaya bangsa, bahkan ia ingin menempatkan diri diatas moral, religi dan budaya.
Kebudayaan dapat ditinjau dari dua hal, yaitu kebudayaan sebagai produk dan sebagai proses. Kebudayaan sebagai produk adalah realitas, sesuatu yang sudah diciptakan, sudah dihasilkan, sudah terbentuk, atau yang sudah dilembagakan. Kebudayaan sebagai proses merupakan proses yang sudah ada atau yang sedang berjalan. Menurut ahli ilmu sosial bahwa kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu kebudayaan sebagai sistem ide-ide, sebagai sistem tingkah laku dan sebagai perwujudan benda-benda budaya. Kebudayaan sebagai ide-ide bisa berkembang ke ide kognitif (sistem pengetahuan), atau ke ide-ide normatif (sistem nilai). Kebudayaan sebagai sistem tingkah laku penekanannya pada tingkah laku yang berpola sebagai hasil interaksi yang distabilkan dalam pranata sosial. Sedangkan kebudayaan sebagai perwujudan benda-benda, dapat dipandang sebagai alat yang menghubungkan manusia dengan alam( dan ini kemudian menghasilkan teknologi), atau sebagai sarana menghubungkan dengan orang lain.
Dilema kebudayaan muncul seiring perkembangan pembangunan bidang fisik, diantaranya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Membanjirnya produk-produk teknologi juga membawa dilema tersendiri. Semakin berhasil pembangunan fisik, semakin canggih persoalan sosial budayanya. Persoalan tidak sekedar lintas sektoral, tetapi sudah multi sektoral. Misalnya: dilema antara modern dan tradisional, antara desa dengan kota, antara pemerintah dan swasta dan masyarakat, pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Persoalan yang sangat actual adalah masuknya industrialisasi yang tak dapat tidak pasti membawa serta kebudayaan industri. Industri hanya bekerja pada prinsip standardisasi, produksi massal dan konsumsi massal. Hal ini berpengaruh pada standardisasi selera dan gaya hidup, akibatnya akan terjadi penyeragaman gaya hidup inilah yang disebut homogenisasi kebudayaan.
Untuk menghadapi perkembangan teknologi dan budaya yang kian cepat, kita sering bersikap ambivalen. Kita tak ingin proses ini serba diarahkan, tetapi juga bukan tanpa arah, kita tak ingin serba diatur, tetapi bukan tanpa aturan. Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan teknologi dan budaya perlu kiranya mengharap adanya banyak keterangan dan penjelasan yang sifatnya ilmiah, sehingga kita bisa mensikapinya dengan ilmiah. Menyikapi terhadap maraknya kebudayaan asing baik yang berupa ide, norma, nilai, simbol atau produk-produk teknologi yang lain, hendaknya kita adapteren yaitu beradaptasi dengan kebudayaan lokal, daerah ataupun nasional dan tidak sekedar adopteren. Tidak sekedar menerima mentah-mentah melainkan menyesuaikan dengan etika, moral, nilai, norma, budaya dan kebiasaan kita. Etika dan moral merupakan titik kritis sebagi penentu suatu system budaya yang terdiri dari perangkat makna dan nilai dapat diterjemahkan menjadi system social,yang berupa tindakan, perbuatan dan tingkah laku. Jika demikian halnya, maka system budaya benar-benar berfungsi baik sebagai landasan kognitif maupun normative. Budaya asing jangan diambil lipstiknya, tetapi ambillah isinya, makna dibalik lipstik. Ini berarti kita harus mengutamakan cara berfikir dan cara berbuat sesuatu dari pada hanya menerima atau mengambil alih produknya. Maka menyambut kenyataan tersebut kita perlu senantiasa menyadari bahwa betapa pun majunya teknologi, sebagai hasil karya manusia adalah perpanjangan bagi kemampuannya, dan bukan sebaliknya menjadikan manusia sebagai perpanjangannya. Betapapun lompatan dan terobosan menandai kemajuan teknologi, manfaatnya harus diukur dari sejauh mana martabat dan kesejahteraan manusia terangkat olehnya, dan bukan sebaliknya berakibat pudarnya nilai-nilai manusiawi.

II. Catatan dalam pergaulan sehari-hari
1. Anak-anak muda terutama dikota cenderung berpola hidup suka meniru, mudah berubah, sehingga mudah terpengaruh untuk mengikuti trend-trend terbaru, bersikap materialis (segala sesuatu dilihat dari kebendaan), hedonisme, konsumtif, tidak mempunyai pendirian, senang menfigurkan artis( keglamouran), kurang mengikuti tatanan social yang sudah ada, tatanan social yang ada dianggap kuno, kolot, tidak menghormat dan percaya pada orang tua ataupun orang yang dituakan, kehilangan daya kritisnya, kehilangan daya rasionalnya.
2. Kehidupan masyarakat terutama pada lapisan social menenga ke atas umumnya cenderung individualis, lebih mementingkan urusan pribadi dari pada urusan masyarakat, kebersamaan semakin hari semakin pudar, misalnya kegiatan kerja bhakti dan gotong royong di lingkungan digantikan dengan membayar pekerja.
3. Kegiatan silaturahmi dari rumah ke rumah sudah digantikan dengan telepon, handphone, SMS atau media yang lain. Warga masyarakat baik anak-anak, pemuda maupun orang tua terutama kalangan menengah ke bawah cenderung lebih suka menghabiskan waktu di rumah untuk nonton televisi, atau menikmati hiburan dari produk teknologi yang lain.
4. Untuk lapisan masyarakat bawah, kenduri yang biasanya sebagai ajang untuk bercengkerama sesama tetangga, mulai ditinggalkan. Karena sekarang makanan yang biasanya untuk kenduri bersama-sama diganti dengan diantar kerumah-rumah, sehingga lambat laun keakraban sesama tetangga akan sirna. Jangankan mau bercengkerama dengan tetangga, kenal dengan tetangga aja sudah merupakan suatu kelebihan.
5. Ketergantungan terhadap produk-produk industri sangat tinggi. Benda-benda teknopraktis sering dibeli bukan sebagai suatu kebutuhan, tetapi produk-produk teknologi tersebut sering dijadikan ukuran status social. Misal jika seseorang telah memiliki handphone yang terbaru dan termahal maka ia dikatagorikan termasuk status sosialnya menengah ke atas, yang paling maju, yang paling gaul. Begitu pula sebaliknya jika handphone yang dimiliki kurang canggih maka ia katagorikan status social rendahan., atau dianggap masyarakat kelas pinggiran. Demikian pula untuk benda-benda teknopraktis yang lain. Ini artinya masyarakat kita sudah termasuk hamba harta benda.
6. Masyarakat pada umumnya sudah kehilangan kepercayaan terhadap adat istiadat, budaya local, norma-norma kemasyarakatan, bahkan norma agamapun sering dianggap sebagai sesuatu yang membelenggu kehidupannya. Melakukan perbuatan yang terpuji sering merasa malu, tetapi jika berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan norma-norma dianggap suatu yang biasa. Misalnya: dulu bila ada gadis hamil diluar nikah, maka ia tidak berani keluar rumah hingga berbulan-bulan karena merasa malu, dan mencemarkan nama baik. Tetapi sekarang berbeda jauh, hamil diluar nikah dianggap sesuatu yang biasa, dan sudah tidak dipermasalahkan dalam masyarakat.
7. Anak-anak sekolah baik setingkat SMP maupun SMA era sekarang ini lagi menggandrungi benda-benda teknopraktis yang berupa antara lain MP3 ataupun MP4, MMC, HP yang berkamera atau HP 3G.
8. Tidak adanya satu kata, satu pikir, satu hati dan satu perbuatan. Acapkali dijumpai seseorang mengeluarkan perkataan yang tidak sesuai dengan hati nuraninya, sehingga sering menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Banyak orang sedang ngobral janji tetapi tidak dijalani atau dipenuhi, kalau menurut bahasa orang pondok salafiyah orang yang demikian disebut Kyai ”Jarkoni” yang artinya ”iso ngajar tetapi gak iso ngelakoni” (bisa mengajarkan tetapi tidak bisa menjalankannya.


SELENGKAPNYA.....